BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Beberapa
tentang kelahiran dan perkembangan Filsafat pada awal kelahiranya tidak dapat
di pisahkan dengan perkembangan (Ilmu) pengetahuan yang munculnya pada masa
peradaban kuno (masa yunani) makna kata Filsafat sendiri adalah cinta Kearifan,
arti kata tersebut belum memperhatikan makna kata yang sebenarnya dari kata
Filsafat, sebab pengertian “mencintai” belum memperlihatkan keaktifan seorang
Filosof untuk memperoleh Kearifan.
Pada periode
yunani klasik ini perkembangan filsafat menunjukan kepesatan, yaitu ditandai nya
semakin besar minat orang terhadap filsafat. Aliran yang mengawali periode
yunani klasik adalah Sofisme, kata Sophos berarti Arif atau Pandai, yaitu gelar
bagi meraka yang memiliki kearifan dalam menjalani kehidupan. Keberadaan
sofisme ini dengan keahliannya dalam bidang-bidang bahasa, politik, retorika,
dan terutama memaparkan tentang kosmos dan kehidupan manusia di masyarakat
sehingga keberadaan sofisme ini dapat membawa perubahan budaya dan peradaban di
athena.
Filsafat Yunani klasik merupakan awal dari permulaan pemikiran filsafat atau pembahasan masalah filsafat secara spekulatif rasional, dan tidak irrasional dogmatis. Filsafat Yunani klasik juga merupakan ilustrasi
pemikiran dan pembahasan masalah filsafat secara sistematis dan lengkap
dan juga berlaku samapai sekarang.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
pemikiran filosofi Socrates ?
2.
Bagaimana
pemikiran filosofi Plato ?
3.
Bagaimana
pemikiran filosofi Aristoteles ?
C.
TUJUAN
PENULISAN
- Untuk mengetahui hadirnya
Filosofi Yunani klasik.
- Untuk mengetahui bagaimana
pemikiran Filsafat yunani klasik yang dipelopori Socrates, Plato dan
Aristoteles.
BAB
II
PEMBAHASAN
Disebut filsafat klasik karena
falsafah yang dibangunnya mampu menguasai sistem pengetahuan alam pikiran Barat
sampai kira-kira selama dua ribu tahun. Para filosuf klasik muncul berusaha
untuk membangkitkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan
yang waktu itu mengalami pendangkalan dan melemahnya tanggung jawab manusia
karena pengaruh negatif dari para filosuf aliran Sofisme.
Adapun yang dimaksud para filosuf
yang termasuk dalam filsafat klasik itu adalah Socrates, Plato, dan
Aristoteles.
A.
Socrates
Socrates lahir di Athena pada tahun 470 sebelum Masehi dan meninggal
pada tahun 399 SM. Bapaknya tukang pembuat patung, ibunya bidan. Pada
permulaannya Socrates mau menuruti jejak bapaknya, menjadi tukang pembuat
patung pula. Tetapi akhirnya ia berganti haluan. Dari membentuk batu jadi
patung ia membentuk watak manusia.[1]
Masa hidupnya
hampir sejalan dengan perkembangan sofisme di Athena. Pada hari tuanya Socrates
melihat kota tumpah darahnya mului mundur, setelah mencapai puncak kebesaaran
yang gilang gemilang.[2]
Masa hidup Socrates sezaman dengan
Sofisme. Ia terkenal sebagai orang yang berbudi baik, jujur, dan adil. Cara
penyampaian pemikirannya kepada para pemuda ia menggunakan metode tanya jawab.
Sebab itu ia memperoleh banyak simpati dari para pemuda di negerinya. Namun, ia
juga kurang disenangi oleh orang banyak dengan menuduhnya sebagai orang yang
merusak moral para pemuda negerinya. Selain itu juga dituduh menolak dewa-dewa
atau Tuhan-tuhan yang telah diakui Negara.
Kelanjutan dari tuduhan terhadap
dirinya menjadikan ia dia diadili oleh pengadilan Athena. Dalam proses
pengadilan ia mengatakan pembelaannya yang kemudian ditulis oleh Plato dalam
naskahnya yang berjudul Apologi. Plato mengisahkan adanya tuduhan itu.
Tuduhan mengatakan bahwa Socrates tidak hanya menetang agama yang diakui oleh
Negara, akan tetapi juga mengajarkan agama baru buatannya sendiri. Salah
seorang yang mendakwanya, yaitu Melethus, mengatakan bahwa dia adalah seorang
tak ber-Tuhan, dan menambahkan : Socrates
berkata bahwa matahari adalah batu dan bulan adalah tanah. Socrates
menjawab (menangkal) tuduhan itu, dan menanyakan kepadanya, siapakah orang yang
memperbaiki pemuda. Melethus menjawab mula-mula para hakim, kemudian terdesak
sedikit mengatakan bahwa semua orang Athena kecuali Socrates memperbaiki
pemuda.
Socrates mengucapkan selamat bahwa
Athena memiliki nasib baik untuk memiliki begitu banyak orang yang berusaha
memperbaiki pemuda, dan orang-orang baik tentu lebih pantas untuk dipergauli
daripada orang jelek, maka dari itu ia tidak akan dapat menjadi begitu bodoh
untuk dapat merusak mereka dengan sengaja, Melethus seharusnya mengajar dia dan
tidak menyeret ia ke pengadilan.
Lebih lanjut Plato mengisahkan
tentang pembelaan Socrates yang mempunyai nada agama. Ia pernah menjadi
tentara, dan tetap pada pos ini selama ia diperintahkan untuk tak meninggalkan.
Kini “Tuhan menyuruh saya untuk menaikkan tugas amanat filosuf untuk mengenal
diri saya dan orang-orang lain, dan tentu sangat memalukan jika kau
meninggalkan pos ini sekarang seperti halnya pula pada waktu peperangan dan
pertempuran. Takut mati bukankah kebijaksanaan karena tak seorang pun tahu
apakah mati itu tidak lebih baik. Kalau dia diminta untuk berhenti merenung dan
mengadakan penyilidikan agar dia selamat dati maut, maka ia tentu menjawab :
Wahai warga Athena, aku akan lebih tunduk kepada Tuhan daripada kamu, dan
selama hayat dikandung badan dan aku memiliki kekuatan, kau tak akan berhenti
mengerjakan dan mengajarkan filsafat, menganjurkan setiap orang yang kutemui….
Karena ketahuilah bahwa ini adalah suruhan Tuhan; dan aku percaya bahwa tak ada
kebaikan lebih besar bagi Negara daripada pengabdianku kepada Tuhan.
Dalam proses pengadilan diputuskan
bahwa Socrates dinyatakan bersalah dengan suara 200 dan 220 melawan. Ia
dituntut hukuman mati.
Adapun falsafah pemikiran Socrates
diantaranya ia menyatakan adanya kebenaran objektif, ialah yang tidak
bergantung kepada saya dan kita. Dalam membenarkan kebenaran yang objektif ia
menggunakan metoda tertentu yang dikenal dengan metoda dialektika yang
berasal dari kata Yunani yang berarti bercakap-cakap atau berdialog.
Menurut Socrates ada kebenaran
objektif, yang tidak bergantung kepada saya atau kita. Ini memang pusat
permasalahan yang dihadapi oleh Socrates. Untuk membuktikan adanya kebenaran
yang objektif. Socrates menggunakan metoda tertentu. Metoda itu bersifat
praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan. Ia menganalisis pendapat-pendapat.
Setiap orang mempunyai pendapat mengenai salah dan tidak salah. Ia bertanya
kepada negarawa, hakim, tukang, pedagang, dan sebagainya. Menurut Xenophon, ia
bertanya tentang salah-tidak salah, adil-tidak adil, berani dan pengecut, dan
lain-lain. Socrates selalu menganggap jawaban pertama sebagai hipotesis, dan
dengan jawaban yang lebih lanjut ia menarik konsekuensi yang mustahil, maka
hipotesis itu diganti dengan hipotesis lain, lalu hipotesis kedua ini
diselidiki dengan jawaban-jawaban lain, dan begitulah seterusnya. Sering
terjadi percakapan itu berakhir dengan apoira (kebingungan). Akan
tetapi, tidak jarang dialog itu menghasilkan suatu definisi yang dianggap
berguna.
Dari metoda dialektiknya ia
menemukan dua penemuan metoda yang lain yakni Induksi dan definisi. Ia
menggunaka istilah induksi manakala pemikiran bertolak dari pengetahuan yang
khusus, lalu menyimpulkannya dengan pengertian yang umum,. Pengertian umum
diperoleh dari mengambil sifat-sifat yang sama (umum) dari masing-masing kasus
khusus dan ciri-ciri khusus yang tidak disetujui bersama adalah disisihkan.
Ciri umum tersebut dinamakan cirri esensi dan semua menyebutkan semua ciri
esensi semua objek dengan menyisihkan semua eksistensinya. Demikianlah jalan
untuk memperolah defiisi tentang sesuatu persoalan.
Sebagaimana disebutkan bahwa
filsafat klasik ini merupakan reaksi dari adanya melemahnya pandangan manusia
terhadap ilmu pengetahuan, sains, dan agama karena pengaruh filsafat aliran
Sofisme yang didominasi paham relativisme. Dengan mengajukan penekuan baru ini
Socrates dapat menangkalnya sehingga mampu membangkitkan dan mengajak
orang-orang Athena mulai kembali memegang kaidah-kaidah ilmu pengetahuan,
sains, dan agama.
Socrates dikenal sebagai orang yang
berbudi luhur mempunyai kearifan dan kebijaksanaan. Namun, ia tak pernah
mengaku mempunyai kearifan dan kebijaksanaan, ia hanya mengaku sebagai
penggemar kearifan atau amateur kebijaksanaan, bukan profesional dan
mengetahui untuk kebendaan dari apa yang ia gemari seperti kaum Sofis pada
zamannya.
Konon dewa yang berada di tempat
peribadatan bagi orang Yunani di Delphi menyatakan dengan cara luar biasa bahwa
ia adalah orang yang paling arif di negeri Yunani. Ia menafsirkan bahwa dewa
itu sebagai persetujuan atas cara agnocticism yang menjadi titik tolak dari
filsafatnya: “One thing only I know, and that is I know nothing”,
kembali kepercayaan yang telah sejak kecil dianut, meninjau kembali keyakinan
dan meragukan aksioma pengetahuan.
Bagaimana kepercayaan-kepercayaan
menjadi keyakinan, apa tidak ada tujuan tertentu dan maksud terahasia di
belakang yang menyebabkan kelahirannya, dan menurutnya dalam baju yang merahasiakan
hakikat sebenarnya? Tidak ada filsafat yang sebenarnya sebelum pikiran menengok
dan menyelidiki dirinya.
Faham etikanya merupakan kelanjutan
dari metoda yang ia temukan (induksi dan difinisi). Sayang Socrates tidak
pernah menulis pemikiran falsafahnya sendiri. Dan untuk mengetahuinya hanya
diperoleh dari tulisan murid-muridnya.[3]
B.
Plato (427-347 SM)
Plato lahir di Athena tahun 427 SM
dan hidup sezaman dengan Socrates. Ia adalah seorang murid dan teman Socrates.
Dalam beberapa pemikirannya ia memperkuat pendapat gurunya dalam menghadapi
kaum Sofisme.
Namanya bermula ialah Aristokles.
Plato namanya kemudian yang diberikan oleh gurunya bermain senam. Ia memperoleh
nama baru itu berhubung dengan bahunya yang lebar. Sepadan dengan badannya yang
tinggi dan tegap.[4]
Raut mukanya, potongan tubuhnya sertaa parasnya yang elok bersesuaian dengan
ciptaan klaik tentang manusia yang cantik. Bagus dan harmoni meliputi seluruh
perawakannya. Dalam tubuh yang besar dan sehat itu bersarang pula pikiran yang
mendalam dan menembus. Pandangan matanya menunjukkan seolah-olah ia mau mengisi
dunia yang lahir ini dengan cita-citanya.[5]
Sebagaimana Socrates, ia menggunakan
metoda dialog untuk mengantarkan filsafatnya. Namun kebenaran umum (definisi)
menurutnya bukan dibuat dengan cara dialog yang induktif sebagaimana cara yang
digunakan Socrates. Pengertian umum (definisi) menurut Plato sudah tersedia di
sana di alam idea.
Menurut pemikiran falsafahnya, dunia
lahir adalah dunia pengalaman yang selalu berubah-ubah dan warna-warni. Semua
itu adalah bayangan dari dunia idea. Sebagai bayangan, hakikanya hanyalah
tiruan dari yang asli yaitu idea. Karenanya maka dunia pengalaman ini
berubah-ubah dan bermacam-macam, sebab hanyalah merupakan tiruan yang tidak
sempurna dari idea yang sifatnya bagi dunia pengalaman. Barang-barang yang ada
di dunia ini semua ada contohnya yang ideal di dunia idea sana (dunia idea).
Keadaan idea sendiri
bertingkat-tingkat. Tingkat idea yang tertinggi adalah idea kebaikan, di
bawahbya idea jiwa dunia, yang menggerakkan dunia. Berikutnya idea
keindahan yang menimbulkan seni, ilmu, pendidikan, politik.
Dengan demikian jelaslah bahwa
kebenaran umum itu memang sudah ada, bukan dibuat melainkan sudah ada di di
dalam idea. Manusia dulu berada di dunia idea bersama-sama dengan idea-idea
lainnya dan mengenalinya. Manusia di dunia nyata ini jiwanya terkurung oleh
tubuh sehingga kurang ingat lagi hal-hal yang dulu pernah dikenalinya di dunia
idea. Dengan kepekaan inderanya terkadang hal-hal yang empiric menjadikania
teringat kembali apa yang pernah dikenalnya dulu di dunia idea. Dengan kata
lain adalah dari ingatan apa yang pernah dikenalinya atau mengerti karena
ingat.
Hal yang penting juga untuk
diketahui dari filsafat Plato adalah pemikiran dai tentang Negara. Menuruntnya
bahwa dalam tiap-tiap Negara segala golongan
dan segala orang-orang adalah
alat semata-mata untuk kesejahteraan semuanya. Kesejahteraan semuanya itulah
yang menjadi tujuan yang sebenarnya. Dan itu pulalah yang menemukan nilai
pembagian pekerjaan. Dalam Negara yang ideal itu golongan pengusaha
menghasilkan, tetapi tidak memerintah. Golongan penjaga memperlindungi, tetapi
tidak memerintah. Golongan cerdik pandai diberi makan dan dilindungi, dan
mereka memerintah.
Ketiga macam budi yang dimiliki oleh
masing-masing golongan, yaitu bijaksana, berani, dan menguasai diri dapat
menyelenggarakan dengan kerja sama budi keempat bagi masyarakat, yaitu
keadilan.
Oleh karena negara ideal bergantung kepada
budi penduduknya, pendidikan menjadi urusan yang terpenting bagi Negara.
Menurut Plato, pendidikan anak-anak dari umur 10 tahun ke atas menjadi urusan
Negara, supaya mereka terlepas dari pengaruh orang tuanya. Dasar yang terutama
bagi pendidikan anak-anak ialah gymnastic (senam) dan musik. Tetapi gymnastic
didahulukan. Gymnastic menyehatkan badan dan pikiran. Pendidikan harus
menghasilkan manusia yang berani, yang diperlukan bagi calon penjaga. Di
sebelah itu diberikan pelajaran membaca, menulis, dan berhitung seberapa
perlunya. Dari umur 14 sampai 16 tahun kepada anak-anak diajarkan musik dan
puisi serta mengarang bersajak. Musik menanam dalam jiwa manusia perasaaan yang
halus, budi yang halus. Karena musik jiwa kenal akan harmoni dan irama.
Kedua-duanya adalah landasan yang baik untuk menghidupkan rasa keadilan. Tetapi
dalam pendidikan musik harus dijauhkan lagu-lagu yang melemahkan jiwa serta
yang mudah menimbulkan nafsu buruk. Begitu juga tentang puisi. Puisi yang
merusak moral disingkirkan. Pendidikan musik dan gymnastic harus sama dan
seimbang.
Dari umur 16-18 tahun anak-anak yang
menjelang dewasa diberi pelajaran matematik untuk mendidik jalan pikirannya. Di
sebelah itu supaya diajarkan pula kepada mereka dasar-dasar agama dan adab
sopan, supaya di kalangan mereka tertanam rasa persatuan. Plato mengatakan
bahwa suatu bangsa tidak akan kuat, kalau ia tidak percaya pada Tuhan. Seni
yang memurnikan jiwa dan perasaan tertuju kepada Yang Baik dan Yang Indah,
diutamakan mengajarkannya. Pendidikan ini tidak saja menyempurnakan pandangan
agama, tetapi juga mendidik dalam jiwa pemuda kesediaan berkurban dan
keberanian menentang maut. Dari umur 18-20 tahun pemuda mendapat didikan
militer.
Pada umur 20 tahun diadakan seleksi
yang pertama. Murid-murid yang maju dalam ujian itu mendapat didikan ilmiah
yang mendalam dalam bentuk yang lebih teratur. Pendidikan otak, jiwa, dan badan
sama beratnya. Setelah menerima pendidikan ini 10 tahun lamanya datanglah
seleksi yang kedua, yang syaratnya lebih berat dan caranya lebih teliti dan
seleksi yang pertama. Yang jatuh dapat diterima sebagai pegawai negeri. Yang
maju dan sedikit jumlahnya meneruskan pelajarannya 5 tahun lagi dan dididik
dalam ilmu pengetahuan tentang adanya ajaran tentang idea dan dialektika.
Setelah tamat pelajaran itu, mereka dapat memangku jabatan yang lebih tinggi.
Kalau mereka sudah 15 tahun bekerja dan mencapai umur 50 than, mereka diterima
masuk dalam pengalaman mereka dalam teori dan praktek sudah dianggap cukup
untuk melkasanakan tugas yang tertinggi dalam Negara: menegakkan keadilan
berdasarkan idea kebaikan.
Menurutnya penduduk Negara dapat
dibagi tiga golongan yaitu gollongan teratas, tengah, dan terbawah. Golongan
yang teratas ialah golongan yang memerintah, terdiri dari para filosuf. Mereka
bertujuan membuat undang-undang dan mengawasi pelaksanaannya dan mereka
memegang kekuatan tertinggi. Golongan ini harus memiliki budi kebijaksanaan.
Sebelum para filosuf menjadi penguasa, negeri-negeri sulit untuk menghindar
dari kehatan-kejahatan. Golongan menengah adalah para pengawal dan abdi Negara.
Tugas mereka adalah mempertahaankan Negara dari serangan musuh dan menegakkan
berlakunya undang-undang supaya dipatuhi
semua rakyat. Dan golongan ketiga adalah golongan terbawah atau rakyat pada
umumnya. Mereka aadalah kelompok yang produktif dan harus pandai membawa diri.
C.
Aristoteles
Aristoteles lahir pada tahun 384 SM di
Stageira, suatu kota di Yunani Utara. Keluarganya dalah orang-orang yang
tertarik pada ilmu kedokteran. Ia banyak mempelajari filsafat, matematika,
astronomi, retonika dan ilmu-ilmu lainnya. Ketika berumur 18 tahun, Aristoteles
dikirim ke Akademia Plato di Athena. Disana ia belajar pada Plato.
Kecenderungan berpikir saintifik nampak dari pandangan-pandangan filsafatnya
yang sistematis dan banyak mengandung metoda empiris.
Sebenarnya ia
banyak menghasilkan karya-karya dan pemikiran-pemikiran filsafat. Namun banyak
karyanya yang hilang. Diantara karya-karyanya yang dikenal seperti: Anganan
(Logika), Priar Analytics ( Sologisme), Pasteriar Analytics (Sains)
dan lain-lain. Didalam dunia filsafat, Aristoteles terkenal sebagai Bapak
Logika. Logika Aristoteles juga sering disebut Logika Formal.
Bila orang-orang
Sofis banyak yang menganggap manusia tidak akan mampu memperoleh kebenaran,
Aristoteles dalam Metaphysics menyatakan bahwa manusia dapat mencapai
kebenaran.
Dalam pandangan
fisafatnya, etika adalah sarana untuk mencapai kebahagiaan dan merupakan
sebagai barang yang tertinggi dalam kehidupan. Etika dapat mendidik manusia
untuk memiliki sikap yang pantas dalam segala perbuatan. Lebih lanjut ia
menjelaskan bahwa kebaikan terletak ditengah-tengah antara dua ujung yang
paling jauh. Contohnya, pemberani adalah sifat baik yang terletak diantara
pengecut dan nekad, dermawan terletak diantara sifat kikir dan boros dan lain
sebagainya. Seseorang haus pandai menguasai diri agar tidak terombang-ambing
oleh hawa nafsu.
Karya-karya
Aritoteles yang sampai kepada kaum muslimin ada 36 buah yang terbagi menjadi
empat yaitu Logika, Fisika, Metafisika dan Etika.
1.
Logika
Buku-buku mengenai
logika yang diterjemahkan ialah:
a.
Categoriae
(Al-Maqulat). Buku ini diterjemahkan oleh Ibnu al-Muqaffa, kemudian diterjemahkan lagi oleh Yahya bin
Adij dengan ulasan dari Iskandr Aprodisios.
b.
Interpretation
(tafsiran-tafsiran) yang dalam dunia Ilam dikenal dengan nama Pro- Armenias, berisi keterangan tentang bahasa,
yaitu tentang preposisi dan bagian- bagiannya.
Buku tersebut diterjemahkan oleh Ishak bin Hunein dan juga Al-Farabi.
c.
Analytica
Posteriora (uraian pertama), yang membicarakan tentang qiyas (syllogis) diterjemahkan oleh Ibnul Muqaffa
kemudian dijelaskan oleh Al-Kindi, Abu Bisyr, Mattius,
Al-Farabi dan Al-Jurjani.
d.
Analytica
Posteriora (uraian kedua) yang membicarakan cara pembuktian ilmiah, diterjemahkan oleh Mattius bin Yunus.
Kemudian diterjemahkan lagi oleh Ishak bin Hunein
dari bahasa Suryani, lalu diberi ulasan oleh Al-Kindi dan Al-Farabi.
e.
Topica,
yang berisi qiyas dialetika dan pemikiran mengenai hal-hal yang belum pasti, diterjemahkan oeh Yahya bin AAjid
dan Abu Utsman Ad-Damasyqi dari bahasa Suryani.
Al-Farabi membuat ikhtisar buku tersebut dngan dibubuhi ulasan-ulasan.
f.
Sophistis,
yang berisi kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh orang-oran Sofis, penolakan terhadap mereka dan
pemecahannya, diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan judul Al-Hikmah Al-Mumawwahah (Filsafat
yang Menipu) oleh Ishak bin Hunein dan diberi tafsiran oleh
Al-Farabi.
Dikalangan Yunani,
keenam buku tersebut terkenal dengan nama Organon, yang berarti alat,
karena buku ini merupakan alat yang diperlukan dalam pembahasan dan dipakai
untuk setiap ilmu, berisi aturan-aturan berpikir yang menjamin
kebenaran-kebenaran persoalan yang dibicarakan.
2.
Fisika
Buku Aristoteles
tentang fisika ada tiga, yaitu:
a.
De
Caelo (Langit) yang diterjemahkan oleh Ibnu Petrik, kemudian diberi ulasan oleh
Al-Farabi.
b.
Animalium
(Hewan) yang diterjemahkan oleh Nicolas Damascus.
c.
Anima
(Jiwa) yang diterjemahkan oleh Ishak bin HUnein, Ibnu Sina, Qusta bin Luraz dan Imam Ar-Razi didasarkan atas
pemikiran-pemikiran Aristoteles dan Plato.
3.
Metafisika
Buku Metafisika
yang pokok-pokok pembahasannya disusun menurut abjad Yunani, dimulai dari huruf
a. diantara isinya yang sampai kepada kaum muslimin ada 11 karangan, sedangkan
teks aslinya dalam teks Yunani berisi 4 karangan.
Sebagai gema dari
buku tersebut, timbullah buku-buku berikut ini:
a.
Al-Ibanah
‘An Gharadhi Aristoteles fi Kitabi Ma Ba’da At-Thabi’ah (Penjelasan tentang Maksud Aristoteles dalam Buku
Meafisika) karangan Al-Farabi.
b.
Buku
tentang ilmu ketuhanan dan catatan atas buku Huruf (buku metafisika dari Aristoteles), keduanya adalah karangan
Al-Farabi.
c.
Buku-buku
skitar metafisika karangan Ar-Razi.
4.
Etika
Buku etika
Aristoteles yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab, menurut pengarang buku
Kasyfud-dhunun ialah buku Ethics Nocomachaea dan dua uraian tentang etika.
Berikut buku-buku
yang didasarkan atas ilmu etika.
a.
Al-Akhlak
karangan Al-Farabi, sebagai ulasan terhadap buku Aristoteles.
b.
Al-Akhlak
karangan Ibnu Maskawaih.
c.
Akhlakus-Syech
Ar-Rais dari Ibnu Sina.[6]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Kira-kira selama, para filosof
membangun pondqasi falsafahnya sehingga mengguncang dunia barat. Para dilosof
klasik muncul untuk membangkitkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap ilmu
pengetahuan yang waktu itu mengalami pendangkalan dan melemahnya tanggung jawab
manusia karena pengaruh negative dari para filosof aliran sofisme. Kehadiran
filosof Yunani klasik sama dengan kehadiran raksasa yang mengguncang bumi.
Berbagai pandangan para filosof Yunani merupakan motifasi kuat untuk bangkit
kembali ilmu pengetahuan yang semakin lemah dan dangkal oleh pengaruh filsafat
kaum sofis yang merelatifitaskan segala sesuatu.
Socrates, plato, dan aristoteles adalah para
filosuf yang bangkit pada masa Yunani Klasik. Zaman klasik berawal dari
Socrates, tetapi Socrates belum sampai pada suatu sistem filosofi, yang
memberikan makna klasik kepada filosofi. Ia baru membuka jalan. Ia baru mencari
kebenaran, ia belum sampai menegakkan suatu sistem pandangan. Tujuannya
terbatas hingga mencari dasar yang baru dan kuat bagi kebenaran dan moral.
DAFTAR PUSTAKA
Hatta, Mohammad, Alam
Pikiran Yunani, Jakarta : Universitas Indonesia, 1986, Cet. 3
Syadali,
Ahmad, Mudzakir, Filsafat Umum Untuk
IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung : Pustaka Setia, 2004, Cet. 2
Hakim, Abdul
Atang, Dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum, Bandung : Pustaka Setia, 2008,
Cet. 1.