Sabtu, 21 Maret 2015

Filsafat Umum Socrates,Plato dan Aristoteles

BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG
           Beberapa tentang kelahiran dan perkembangan Filsafat pada awal kelahiranya tidak dapat di pisahkan dengan perkembangan (Ilmu) pengetahuan yang munculnya pada masa peradaban kuno (masa yunani) makna kata Filsafat sendiri adalah cinta Kearifan, arti kata tersebut belum memperhatikan makna kata yang sebenarnya dari kata Filsafat, sebab pengertian “mencintai” belum memperlihatkan keaktifan seorang Filosof untuk memperoleh Kearifan.
Pada periode yunani klasik ini perkembangan filsafat menunjukan kepesatan, yaitu ditandai nya semakin besar minat orang terhadap filsafat. Aliran yang mengawali periode yunani klasik adalah Sofisme, kata Sophos berarti Arif atau Pandai, yaitu gelar bagi meraka yang memiliki kearifan dalam menjalani kehidupan. Keberadaan sofisme ini dengan keahliannya dalam bidang-bidang bahasa, politik, retorika, dan terutama memaparkan tentang kosmos dan kehidupan manusia di masyarakat sehingga keberadaan sofisme ini dapat membawa perubahan budaya dan peradaban di athena.  
Filsafat Yunani klasik merupakan awal dari permulaan pemikiran filsafat atau pembahasan masalah filsafat secara spekulatif rasional, dan tidak irrasional dogmatis. Filsafat Yunani klasik juga merupakan ilustrasi pemikiran dan pembahasan masalah filsafat secara  sistematis dan lengkap dan juga berlaku samapai sekarang.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana pemikiran filosofi  Socrates ?
2.      Bagaimana pemikiran filosofi Plato ?
3.      Bagaimana pemikiran filosofi Aristoteles ?

C.     TUJUAN PENULISAN
-    Untuk mengetahui hadirnya Filosofi Yunani klasik.
-    Untuk mengetahui bagaimana pemikiran Filsafat yunani klasik yang dipelopori Socrates, Plato dan Aristoteles.


BAB II
PEMBAHASAN

Disebut filsafat klasik karena falsafah yang dibangunnya mampu menguasai sistem pengetahuan alam pikiran Barat sampai kira-kira selama dua ribu tahun. Para filosuf klasik muncul berusaha untuk membangkitkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan yang waktu itu mengalami pendangkalan dan melemahnya tanggung jawab manusia karena pengaruh negatif dari para filosuf aliran Sofisme.
Adapun yang dimaksud para filosuf yang termasuk dalam filsafat klasik itu adalah Socrates, Plato, dan Aristoteles.

A.                Socrates
            Socrates lahir di Athena pada tahun 470 sebelum Masehi dan meninggal pada tahun 399 SM. Bapaknya tukang pembuat patung, ibunya bidan. Pada permulaannya Socrates mau menuruti jejak bapaknya, menjadi tukang pembuat patung pula. Tetapi akhirnya ia berganti haluan. Dari membentuk batu jadi patung ia membentuk watak manusia.[1]
            Masa hidupnya hampir sejalan dengan perkembangan sofisme di Athena. Pada hari tuanya Socrates melihat kota tumpah darahnya mului mundur, setelah mencapai puncak kebesaaran yang gilang gemilang.[2]
Masa hidup Socrates sezaman dengan Sofisme. Ia terkenal sebagai orang yang berbudi baik, jujur, dan adil. Cara penyampaian pemikirannya kepada para pemuda ia menggunakan metode tanya jawab. Sebab itu ia memperoleh banyak simpati dari para pemuda di negerinya. Namun, ia juga kurang disenangi oleh orang banyak dengan menuduhnya sebagai orang yang merusak moral para pemuda negerinya. Selain itu juga dituduh menolak dewa-dewa atau Tuhan-tuhan yang telah diakui Negara.
Kelanjutan dari tuduhan terhadap dirinya menjadikan ia dia diadili oleh pengadilan Athena. Dalam proses pengadilan ia mengatakan pembelaannya yang kemudian ditulis oleh Plato dalam naskahnya yang berjudul Apologi. Plato mengisahkan adanya tuduhan itu. Tuduhan mengatakan bahwa Socrates tidak hanya menetang agama yang diakui oleh Negara, akan tetapi juga mengajarkan agama baru buatannya sendiri. Salah seorang yang mendakwanya, yaitu Melethus, mengatakan bahwa dia adalah seorang tak ber-Tuhan, dan menambahkan : Socrates  berkata bahwa matahari adalah batu dan bulan adalah tanah. Socrates menjawab (menangkal) tuduhan itu, dan menanyakan kepadanya, siapakah orang yang memperbaiki pemuda. Melethus menjawab mula-mula para hakim, kemudian terdesak sedikit mengatakan bahwa semua orang Athena kecuali Socrates memperbaiki pemuda.
Socrates mengucapkan selamat bahwa Athena memiliki nasib baik untuk memiliki begitu banyak orang yang berusaha memperbaiki pemuda, dan orang-orang baik tentu lebih pantas untuk dipergauli daripada orang jelek, maka dari itu ia tidak akan dapat menjadi begitu bodoh untuk dapat merusak mereka dengan sengaja, Melethus seharusnya mengajar dia dan tidak menyeret ia ke pengadilan.
Lebih lanjut Plato mengisahkan tentang pembelaan Socrates yang mempunyai nada agama. Ia pernah menjadi tentara, dan tetap pada pos ini selama ia diperintahkan untuk tak meninggalkan. Kini “Tuhan menyuruh saya untuk menaikkan tugas amanat filosuf untuk mengenal diri saya dan orang-orang lain, dan tentu sangat memalukan jika kau meninggalkan pos ini sekarang seperti halnya pula pada waktu peperangan dan pertempuran. Takut mati bukankah kebijaksanaan karena tak seorang pun tahu apakah mati itu tidak lebih baik. Kalau dia diminta untuk berhenti merenung dan mengadakan penyilidikan agar dia selamat dati maut, maka ia tentu menjawab : Wahai warga Athena, aku akan lebih tunduk kepada Tuhan daripada kamu, dan selama hayat dikandung badan dan aku memiliki kekuatan, kau tak akan berhenti mengerjakan dan mengajarkan filsafat, menganjurkan setiap orang yang kutemui…. Karena ketahuilah bahwa ini adalah suruhan Tuhan; dan aku percaya bahwa tak ada kebaikan lebih besar bagi Negara daripada pengabdianku kepada Tuhan.
Dalam proses pengadilan diputuskan bahwa Socrates dinyatakan bersalah dengan suara 200 dan 220 melawan. Ia dituntut hukuman mati.
Adapun falsafah pemikiran Socrates diantaranya ia menyatakan adanya kebenaran objektif, ialah yang tidak bergantung kepada saya dan kita. Dalam membenarkan kebenaran yang objektif ia menggunakan metoda tertentu yang dikenal dengan metoda dialektika yang berasal dari kata Yunani yang berarti bercakap-cakap atau berdialog.
Menurut Socrates ada kebenaran objektif, yang tidak bergantung kepada saya atau kita. Ini memang pusat permasalahan yang dihadapi oleh Socrates. Untuk membuktikan adanya kebenaran yang objektif. Socrates menggunakan metoda tertentu. Metoda itu bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan. Ia menganalisis pendapat-pendapat. Setiap orang mempunyai pendapat mengenai salah dan tidak salah. Ia bertanya kepada negarawa, hakim, tukang, pedagang, dan sebagainya. Menurut Xenophon, ia bertanya tentang salah-tidak salah, adil-tidak adil, berani dan pengecut, dan lain-lain. Socrates selalu menganggap jawaban pertama sebagai hipotesis, dan dengan jawaban yang lebih lanjut ia menarik konsekuensi yang mustahil, maka hipotesis itu diganti dengan hipotesis lain, lalu hipotesis kedua ini diselidiki dengan jawaban-jawaban lain, dan begitulah seterusnya. Sering terjadi percakapan itu berakhir dengan apoira (kebingungan). Akan tetapi, tidak jarang dialog itu menghasilkan suatu definisi yang dianggap berguna.
Dari metoda dialektiknya ia menemukan dua penemuan metoda yang lain yakni Induksi dan definisi. Ia menggunaka istilah induksi manakala pemikiran bertolak dari pengetahuan yang khusus, lalu menyimpulkannya dengan pengertian yang umum,. Pengertian umum diperoleh dari mengambil sifat-sifat yang sama (umum) dari masing-masing kasus khusus dan ciri-ciri khusus yang tidak disetujui bersama adalah disisihkan. Ciri umum tersebut dinamakan cirri esensi dan semua menyebutkan semua ciri esensi semua objek dengan menyisihkan semua eksistensinya. Demikianlah jalan untuk memperolah defiisi tentang sesuatu persoalan.
Sebagaimana disebutkan bahwa filsafat klasik ini merupakan reaksi dari adanya melemahnya pandangan manusia terhadap ilmu pengetahuan, sains, dan agama karena pengaruh filsafat aliran Sofisme yang didominasi paham relativisme. Dengan mengajukan penekuan baru ini Socrates dapat menangkalnya sehingga mampu membangkitkan dan mengajak orang-orang Athena mulai kembali memegang kaidah-kaidah ilmu pengetahuan, sains, dan agama.
Socrates dikenal sebagai orang yang berbudi luhur mempunyai kearifan dan kebijaksanaan. Namun, ia tak pernah mengaku mempunyai kearifan dan kebijaksanaan, ia hanya mengaku sebagai penggemar kearifan atau amateur kebijaksanaan, bukan profesional dan mengetahui untuk kebendaan dari apa yang ia gemari seperti kaum Sofis pada zamannya.
Konon dewa yang berada di tempat peribadatan bagi orang Yunani di Delphi menyatakan dengan cara luar biasa bahwa ia adalah orang yang paling arif di negeri Yunani. Ia menafsirkan bahwa dewa itu sebagai persetujuan atas cara agnocticism yang menjadi titik tolak dari filsafatnya: “One thing only I know, and that is I know nothing”, kembali kepercayaan yang telah sejak kecil dianut, meninjau kembali keyakinan dan meragukan aksioma pengetahuan.
Bagaimana kepercayaan-kepercayaan menjadi keyakinan, apa tidak ada tujuan tertentu dan maksud terahasia di belakang yang menyebabkan kelahirannya, dan menurutnya dalam baju yang merahasiakan hakikat sebenarnya? Tidak ada filsafat yang sebenarnya sebelum pikiran menengok dan menyelidiki dirinya.
Faham etikanya merupakan kelanjutan dari metoda yang ia temukan (induksi dan difinisi). Sayang Socrates tidak pernah menulis pemikiran falsafahnya sendiri. Dan untuk mengetahuinya hanya diperoleh dari tulisan murid-muridnya.[3]

B.                 Plato (427-347 SM)
Plato lahir di Athena tahun 427 SM dan hidup sezaman dengan Socrates. Ia adalah seorang murid dan teman Socrates. Dalam beberapa pemikirannya ia memperkuat pendapat gurunya dalam menghadapi kaum Sofisme.
Namanya bermula ialah Aristokles. Plato namanya kemudian yang diberikan oleh gurunya bermain senam. Ia memperoleh nama baru itu berhubung dengan bahunya yang lebar. Sepadan dengan badannya yang tinggi dan tegap.[4] Raut mukanya, potongan tubuhnya sertaa parasnya yang elok bersesuaian dengan ciptaan klaik tentang manusia yang cantik. Bagus dan harmoni meliputi seluruh perawakannya. Dalam tubuh yang besar dan sehat itu bersarang pula pikiran yang mendalam dan menembus. Pandangan matanya menunjukkan seolah-olah ia mau mengisi dunia yang lahir ini dengan cita-citanya.[5]
Sebagaimana Socrates, ia menggunakan metoda dialog untuk mengantarkan filsafatnya. Namun kebenaran umum (definisi) menurutnya bukan dibuat dengan cara dialog yang induktif sebagaimana cara yang digunakan Socrates. Pengertian umum (definisi) menurut Plato sudah tersedia di sana di alam idea.
Menurut pemikiran falsafahnya, dunia lahir adalah dunia pengalaman yang selalu berubah-ubah dan warna-warni. Semua itu adalah bayangan dari dunia idea. Sebagai bayangan, hakikanya hanyalah tiruan dari yang asli yaitu idea. Karenanya maka dunia pengalaman ini berubah-ubah dan bermacam-macam, sebab hanyalah merupakan tiruan yang tidak sempurna dari idea yang sifatnya bagi dunia pengalaman. Barang-barang yang ada di dunia ini semua ada contohnya yang ideal di dunia idea sana (dunia idea).
Keadaan idea sendiri bertingkat-tingkat. Tingkat idea yang tertinggi adalah idea kebaikan, di bawahbya idea jiwa dunia, yang menggerakkan dunia. Berikutnya idea keindahan yang menimbulkan seni, ilmu, pendidikan, politik.
Dengan demikian jelaslah bahwa kebenaran umum itu memang sudah ada, bukan dibuat melainkan sudah ada di di dalam idea. Manusia dulu berada di dunia idea bersama-sama dengan idea-idea lainnya dan mengenalinya. Manusia di dunia nyata ini jiwanya terkurung oleh tubuh sehingga kurang ingat lagi hal-hal yang dulu pernah dikenalinya di dunia idea. Dengan kepekaan inderanya terkadang hal-hal yang empiric menjadikania teringat kembali apa yang pernah dikenalnya dulu di dunia idea. Dengan kata lain adalah dari ingatan apa yang pernah dikenalinya atau mengerti karena ingat.
Hal yang penting juga untuk diketahui dari filsafat Plato adalah pemikiran dai tentang Negara. Menuruntnya bahwa dalam tiap-tiap Negara segala golongan  dan segala orang-orang  adalah alat semata-mata untuk kesejahteraan semuanya. Kesejahteraan semuanya itulah yang menjadi tujuan yang sebenarnya. Dan itu pulalah yang menemukan nilai pembagian pekerjaan. Dalam Negara yang ideal itu golongan pengusaha menghasilkan, tetapi tidak memerintah. Golongan penjaga memperlindungi, tetapi tidak memerintah. Golongan cerdik pandai diberi makan dan dilindungi, dan mereka memerintah.
Ketiga macam budi yang dimiliki oleh masing-masing golongan, yaitu bijaksana, berani, dan menguasai diri dapat menyelenggarakan dengan kerja sama budi keempat bagi masyarakat, yaitu keadilan.
 Oleh karena negara ideal bergantung kepada budi penduduknya, pendidikan menjadi urusan yang terpenting bagi Negara. Menurut Plato, pendidikan anak-anak dari umur 10 tahun ke atas menjadi urusan Negara, supaya mereka terlepas dari pengaruh orang tuanya. Dasar yang terutama bagi pendidikan anak-anak ialah gymnastic (senam) dan musik. Tetapi gymnastic didahulukan. Gymnastic menyehatkan badan dan pikiran. Pendidikan harus menghasilkan manusia yang berani, yang diperlukan bagi calon penjaga. Di sebelah itu diberikan pelajaran membaca, menulis, dan berhitung seberapa perlunya. Dari umur 14 sampai 16 tahun kepada anak-anak diajarkan musik dan puisi serta mengarang bersajak. Musik menanam dalam jiwa manusia perasaaan yang halus, budi yang halus. Karena musik jiwa kenal akan harmoni dan irama. Kedua-duanya adalah landasan yang baik untuk menghidupkan rasa keadilan. Tetapi dalam pendidikan musik harus dijauhkan lagu-lagu yang melemahkan jiwa serta yang mudah menimbulkan nafsu buruk. Begitu juga tentang puisi. Puisi yang merusak moral disingkirkan. Pendidikan musik dan gymnastic harus sama dan seimbang.
Dari umur 16-18 tahun anak-anak yang menjelang dewasa diberi pelajaran matematik untuk mendidik jalan pikirannya. Di sebelah itu supaya diajarkan pula kepada mereka dasar-dasar agama dan adab sopan, supaya di kalangan mereka tertanam rasa persatuan. Plato mengatakan bahwa suatu bangsa tidak akan kuat, kalau ia tidak percaya pada Tuhan. Seni yang memurnikan jiwa dan perasaan tertuju kepada Yang Baik dan Yang Indah, diutamakan mengajarkannya. Pendidikan ini tidak saja menyempurnakan pandangan agama, tetapi juga mendidik dalam jiwa pemuda kesediaan berkurban dan keberanian menentang maut. Dari umur 18-20 tahun pemuda mendapat didikan militer.
Pada umur 20 tahun diadakan seleksi yang pertama. Murid-murid yang maju dalam ujian itu mendapat didikan ilmiah yang mendalam dalam bentuk yang lebih teratur. Pendidikan otak, jiwa, dan badan sama beratnya. Setelah menerima pendidikan ini 10 tahun lamanya datanglah seleksi yang kedua, yang syaratnya lebih berat dan caranya lebih teliti dan seleksi yang pertama. Yang jatuh dapat diterima sebagai pegawai negeri. Yang maju dan sedikit jumlahnya meneruskan pelajarannya 5 tahun lagi dan dididik dalam ilmu pengetahuan tentang adanya ajaran tentang idea dan dialektika. Setelah tamat pelajaran itu, mereka dapat memangku jabatan yang lebih tinggi. Kalau mereka sudah 15 tahun bekerja dan mencapai umur 50 than, mereka diterima masuk dalam pengalaman mereka dalam teori dan praktek sudah dianggap cukup untuk melkasanakan tugas yang tertinggi dalam Negara: menegakkan keadilan berdasarkan idea kebaikan.
Menurutnya penduduk Negara dapat dibagi tiga golongan yaitu gollongan teratas, tengah, dan terbawah. Golongan yang teratas ialah golongan yang memerintah, terdiri dari para filosuf. Mereka bertujuan membuat undang-undang dan mengawasi pelaksanaannya dan mereka memegang kekuatan tertinggi. Golongan ini harus memiliki budi kebijaksanaan. Sebelum para filosuf menjadi penguasa, negeri-negeri sulit untuk menghindar dari kehatan-kejahatan. Golongan menengah adalah para pengawal dan abdi Negara. Tugas mereka adalah mempertahaankan Negara dari serangan musuh dan menegakkan berlakunya undang-undang   supaya dipatuhi semua rakyat. Dan golongan ketiga adalah golongan terbawah atau rakyat pada umumnya. Mereka aadalah kelompok yang produktif dan harus pandai membawa diri.

C.                  Aristoteles
             Aristoteles lahir pada tahun 384 SM di Stageira, suatu kota di Yunani Utara. Keluarganya dalah orang-orang yang tertarik pada ilmu kedokteran. Ia banyak mempelajari filsafat, matematika, astronomi, retonika dan ilmu-ilmu lainnya. Ketika berumur 18 tahun, Aristoteles dikirim ke Akademia Plato di Athena. Disana ia belajar pada Plato. Kecenderungan berpikir saintifik nampak dari pandangan-pandangan filsafatnya yang sistematis dan banyak mengandung metoda empiris.
            Sebenarnya ia banyak menghasilkan karya-karya dan pemikiran-pemikiran filsafat. Namun banyak karyanya yang hilang. Diantara karya-karyanya yang dikenal seperti: Anganan (Logika), Priar Analytics ( Sologisme), Pasteriar Analytics (Sains) dan lain-lain. Didalam dunia filsafat, Aristoteles terkenal sebagai Bapak Logika. Logika Aristoteles juga sering disebut Logika Formal.
            Bila orang-orang Sofis banyak yang menganggap manusia tidak akan mampu memperoleh kebenaran, Aristoteles dalam Metaphysics menyatakan bahwa manusia dapat mencapai kebenaran.
            Dalam pandangan fisafatnya, etika adalah sarana untuk mencapai kebahagiaan dan merupakan sebagai barang yang tertinggi dalam kehidupan. Etika dapat mendidik manusia untuk memiliki sikap yang pantas dalam segala perbuatan. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kebaikan terletak ditengah-tengah antara dua ujung yang paling jauh. Contohnya, pemberani adalah sifat baik yang terletak diantara pengecut dan nekad, dermawan terletak diantara sifat kikir dan boros dan lain sebagainya. Seseorang haus pandai menguasai diri agar tidak terombang-ambing oleh hawa nafsu.
            Karya-karya Aritoteles yang sampai kepada kaum muslimin ada 36 buah yang terbagi menjadi empat yaitu Logika, Fisika, Metafisika dan Etika.
1.                  Logika
            Buku-buku mengenai logika yang diterjemahkan ialah:
a.                   Categoriae (Al-Maqulat). Buku ini diterjemahkan oleh Ibnu al-Muqaffa, kemudian             diterjemahkan lagi oleh Yahya bin Adij dengan ulasan dari Iskandr Aprodisios.
b.                  Interpretation (tafsiran-tafsiran) yang dalam dunia Ilam dikenal dengan nama Pro- Armenias, berisi keterangan tentang bahasa, yaitu tentang preposisi dan bagian-        bagiannya. Buku tersebut diterjemahkan oleh Ishak bin Hunein dan juga Al-Farabi.
c.                   Analytica Posteriora (uraian pertama), yang membicarakan tentang qiyas (syllogis)             diterjemahkan oleh Ibnul Muqaffa kemudian dijelaskan oleh Al-Kindi, Abu Bisyr,             Mattius, Al-Farabi dan Al-Jurjani.
d.                  Analytica Posteriora (uraian kedua) yang membicarakan cara pembuktian ilmiah,    diterjemahkan oleh Mattius bin Yunus. Kemudian diterjemahkan lagi oleh Ishak bin      Hunein dari bahasa Suryani, lalu diberi ulasan oleh Al-Kindi dan Al-Farabi.
e.                   Topica, yang berisi qiyas dialetika dan pemikiran mengenai hal-hal yang belum pasti,             diterjemahkan oeh Yahya bin AAjid dan Abu Utsman Ad-Damasyqi dari bahasa   Suryani. Al-Farabi membuat ikhtisar buku tersebut dngan dibubuhi ulasan-ulasan.
f.                   Sophistis, yang berisi kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh orang-oran Sofis,       penolakan terhadap mereka dan pemecahannya, diterjemahkan ke dalam bahasa Arab             dengan judul Al-Hikmah Al-Mumawwahah (Filsafat yang Menipu) oleh  Ishak bin          Hunein dan diberi tafsiran oleh Al-Farabi.
            Dikalangan Yunani, keenam buku tersebut terkenal dengan nama Organon, yang berarti alat, karena buku ini merupakan alat yang diperlukan dalam pembahasan dan dipakai untuk setiap ilmu, berisi aturan-aturan berpikir yang menjamin kebenaran-kebenaran persoalan yang dibicarakan.
2.                  Fisika
            Buku Aristoteles tentang fisika ada tiga, yaitu:
a.                   De Caelo (Langit) yang diterjemahkan oleh Ibnu Petrik, kemudian diberi ulasan oleh         Al-Farabi.
b.                  Animalium (Hewan) yang diterjemahkan oleh Nicolas Damascus.
c.                   Anima (Jiwa) yang diterjemahkan oleh Ishak bin HUnein, Ibnu Sina, Qusta bin Luraz        dan Imam Ar-Razi didasarkan atas pemikiran-pemikiran Aristoteles dan Plato.
3.                  Metafisika
            Buku Metafisika yang pokok-pokok pembahasannya disusun menurut abjad Yunani, dimulai dari huruf a. diantara isinya yang sampai kepada kaum muslimin ada 11 karangan, sedangkan teks aslinya dalam teks Yunani berisi 4 karangan.
            Sebagai gema dari buku tersebut, timbullah buku-buku berikut ini:
a.                   Al-Ibanah ‘An Gharadhi Aristoteles fi Kitabi Ma Ba’da At-Thabi’ah (Penjelasan   tentang Maksud Aristoteles dalam Buku Meafisika) karangan Al-Farabi.
b.                  Buku tentang ilmu ketuhanan dan catatan atas buku Huruf (buku metafisika dari   Aristoteles), keduanya adalah karangan Al-Farabi.
c.                   Buku-buku skitar metafisika karangan Ar-Razi.
4.                  Etika
            Buku etika Aristoteles yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab, menurut pengarang buku Kasyfud-dhunun ialah buku Ethics Nocomachaea dan dua uraian tentang etika.
            Berikut buku-buku yang didasarkan atas ilmu etika.
a.                   Al-Akhlak karangan Al-Farabi, sebagai ulasan terhadap buku Aristoteles.
b.                  Al-Akhlak karangan Ibnu Maskawaih.
c.                   Akhlakus-Syech Ar-Rais dari Ibnu Sina.[6]




BAB III
PENUTUP
Simpulan
Kira-kira selama, para filosof membangun pondqasi falsafahnya sehingga mengguncang dunia barat. Para dilosof klasik muncul untuk membangkitkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan yang waktu itu mengalami pendangkalan dan melemahnya tanggung jawab manusia karena pengaruh negative dari para filosof aliran sofisme. Kehadiran filosof Yunani klasik sama dengan kehadiran raksasa yang mengguncang bumi. Berbagai pandangan para filosof Yunani merupakan motifasi kuat untuk bangkit kembali ilmu pengetahuan yang semakin lemah dan dangkal oleh pengaruh filsafat kaum sofis yang merelatifitaskan segala sesuatu.
 Socrates, plato, dan aristoteles adalah para filosuf yang bangkit pada masa Yunani Klasik. Zaman klasik berawal dari Socrates, tetapi Socrates belum sampai pada suatu sistem filosofi, yang memberikan makna klasik kepada filosofi. Ia baru membuka jalan. Ia baru mencari kebenaran, ia belum sampai menegakkan suatu sistem pandangan. Tujuannya terbatas hingga mencari dasar yang baru dan kuat bagi kebenaran dan moral.
             



DAFTAR PUSTAKA

           Hatta, Mohammad, Alam Pikiran Yunani, Jakarta : Universitas Indonesia, 1986, Cet. 3
           Syadali, Ahmad,  Mudzakir, Filsafat Umum Untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung : Pustaka Setia,  2004, Cet. 2 
           Hakim, Abdul Atang, Dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum, Bandung : Pustaka Setia, 2008, Cet. 1.




              [1]  Hatta, Mohammad, Alam Pikiran Yunani, Jakarta : Universitas Indonesia, 1986, Cet. 3, h. 72
              [2] Hakim, Abdul Atang, Dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum, Bandung : Pustaka Setia, Cet. 1, 2008, h. 178
              [3]  Syadali, Ahmad,  Mudzakir, Filsafat Umum Untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung : Pustaka Setia,  2004, Cet. 2  hal. 72-77
              [4]   Hatta, Mohammad,Op. Cit., h. 87
              [5]   Hakim, Abdul Atang, dan Beni Ahmad Saebani, Op. Cit., h. 190-191
              [6]  Ibid., h. 215-219

TUGAS DAN PERAN GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
            Saat ini kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan semakin cepat. Kita sebagai seorang pendidik, dituntut untuk semakin kreatif dalam mengembangkan atau menyajikan materi ajar kita kepada siswa atau peserta didik. Sehingga hasil dari proses yang kita kembangkan membuat peserta didik kita siap menghadapi tantangan kemajuan ilmu pengetahuan saat ini. Seperti yang kita tahu, untuk memperoleh pengetahuan itu, tidak harus mendapatkannya dibangku sekolah saja atau dengan kata lain ilmu dapat kita peroleh dari mana saja, terutama lewat lingkungan sekitar kita. Oleh karena itu, pemahaman tersebut harus dapat kita tanamkan pada setiap peserta didik kita agar pengetahuan yang mereka peroleh tidak hanya sebatas pengetahuan dari sekolah saja.
Kita sebagai pendidik juga dapat menanamkan pemahaman kepada peserta didik kita untuk belajar mandiri dengan maupun tanpa bimbingan dari guru. Peserta didik harus mampu mengembangkan kemampuan yang diperoleh dari lingkungannya untuk menemukan suatu konsep dalam pembelajaran. Selain itu peserta didik juga harus terbiasa dengan pemahaman untuk belajar berlangsung seumur hidup mereka.
B.  Rumusan Masalah
            1. Apa saja Komponen-komponen dalam Proses Pembelajaran ?
            2. Apa saja tugas guru dalam Proses Pembelajaran
4. Apa saja peran guru dalam Proses Pembelajaran?
            5. Apa saja Permasalahan Guru dalam Proses Pembelajaran?



BAB II
PEMBAHASAN
A.      Komponen-komponen dalam Proses Pembelajaran
Pandangan mengenai konsep pembelajaran terus menerus mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan perkembangan IPTEK. Pembelajaran sama artinya dengan kegiatan mengajar. Kegiatan mengajar dilakukan oleh guru untuk menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen tersebut meliputi: kurikulum, guru, siswa, materi, metode, media dan evaluasi. Pelaksanaan pembelajaran adalah operasionalisasi dari perencanaan pembelajaran, sehingga tidak lepas dari perencanaan pengajaran / pembelajaran yang sudah dibuat. Oleh karenanya dalam pelaksanaannya akan sangat tergantung pada bagaimana perencanaan pengajaran sebagai operasionalisasi dari sebuah kurikulum.
komponen pembelajaran adalah kumpulan dari beberapa item yang saling berhubungan satu sama lain yang merupakan hal penting dalam proses belajar mengajar. Di dalam pembelajaran, terdapat komponen-komponen yang berkaitan dengan proses pembelajaran, yaitu :
1. Kurikulum
Secara etimologis, kurikulum ( curriculum ) berasal dari bahasa Yunani, curir yang artinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”. yaitu suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish. Secara terminologis, istilah kurikulum mengandung arti sejumlah pengetahuan atau mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa guna mencapai suatu tingkatan atau ijazah. Pengertian kurikulum secara luas tidak hanya berupa mata pelajaran atau bidang studi dan kegiatan-kegiatan belajar siswa saja, tetapi juga segala sesuatu yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Misalnya fasilitas kampus, lingkungan yang aman, suasana keakraban dalam proses belajar mengajar, media dan sumber-sumber belajar yang memadai.
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat.
2. Guru
Kata Guru berasal dari bahasa Sansekerta guru” yang juga berarti guru, tetapi arti harfiahnya adalah “berat” yaitu seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Di dalam masyarakat, dari yang paling terbelakang sampai yang paling maju, guru memegang peranan penting. Guru merupakan satu diantara pembentuk-pembentuk utama calon warga masyarakat. Peranan guru tidak hanya terbatas sebagai pengajar (penyampai ilmu pengetahuan), tetapi juga sebagai pembimbing, pengembang, dan pengelola kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi kegiatan belajar siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Siswa
Siswa atau Murid biasanya digunakan untuk seseorang yang mengikuti suatu program pendidikan di sekolah atau lembaga pendidikan lainnya, di bawah bimbingan seorang atau beberapa guru. Dalam konteks keagamaan murid digunakan sebagai sebutan bagi seseorang yang mengikuti bimbingan seorang tokoh bijaksana. Meskipun demikian, siswa jangan selalu dianggap sebagai objek belajar yang tidak tahu apa-apa. Ia memiliki latar belakang, minat, dan kebutuhan serta kemampuan yang berbeda. Bagi siswa, sebagai dampak pengiring (nurturent effect) berupa terapan pengetahuan dan atau kemampuan di bidang lain sebagai suatu transfer belajar yang akan membantu perkembangan mereka mencapai keutuhan dan kemandirian.
4. Metode
Metode pembelajaran adalah cara yang dapat dilakukan untuk membantu proses belajar-mengajar agar berjalan dengan baik, metode-metode tersebut antara lain :


a. Metode Ceramah
Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif.
b. Metode Tanya Jawab
Metode Tanya jawab adalah suatu metode dimana guru menggunakan atau memberi pertanyaan kepada murid dan murid menjawab, atau sebaliknya murid bertanya pada guru dan guru menjawab pertanyaan murid itu .
c. Metode Diskusi
Metode diskusi dapat diartikan sebagai siasat “penyampaian” bahan ajar yang melibatkan peserta didik untuk membicarakan dan menemukan alternatif pemecahan suatu topik bahasan yang bersifat problematis.
d. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pembelajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan.
e. Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah metode atau cara di mana guru dan murid bersama-sama mengerjakan sesuatu latihan atau percobaan untuk mengetahui pengaruh atau akibat dari sesuatu aksi.
5. Materi
Materi juga merupakan salah satu faktor penentu keterlibatan siswa. Adapun karakteristik dari materi yang bagus menurut Hutchinson dan Waters adalah:

1.    Adanya teks yang menarik.
2.    Adanya kegiatan atau aktivitas yang menyenangkan serta meliputi kemampuan berpikir siswa.
3.    Memberi kesempatan siswa untuk menggunakan pengetahuan dan ketrampilan yang sudah mereka miliki.
4.    Materi yang dikuasai baik oleh siswa maupun guru.

Dalam kegiatan belajar, materi harus didesain sedemikian rupa, sehingga cocok untuk mencapai tujuan dengan memperhatikan komponen-komponen yang lain, terutama komponen anak didik yang merupakan sentral. Pemilihan materi harus benar-benar dapat memberikan kecakapan dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari.
6. Alat Pembelajaran (Media)
Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari “medium” yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Jadi media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Media pembelajaran adalah perangkat lunak (soft ware) atau perangkat keras (hard ware) yang berfungsi sebagai alat belajar atau alat bantu belajar.
7. Evaluasi
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “Evaluation”. Menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari suatu hal. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa, guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar[1].
B.     Tugas Guru
1.      Guru adalah figur seorang pemimpin. Guru adalah sosok arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik.
2.      Sebagai suatu profesi
3.      Tugas kemanusiaan
4.      Tugas kemasyarakatan
Bila dirinci lebih jauh, tugas guru tidak hanya yang telah disebutkan. Menurut Roestiyah N.K., bahwa guru dalam mendidik peserta didik bertugas untuk :

1.      Menyerahkan kebudayaan kepada peserta didik
2.      Membentuk kepribadian peserta didik
3.      Menyiapkan peserta didik menjadi warga Negara yang baik
4.      Sebagai perantara dalam belajar
5.      Sebagai pembimbing
6.      Sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat
7.      Sebagai penegak disiplin
8.      Sebagai administrator dan manajer
9.      Sebagai profesi
10.  Sebagai perencana kurikulum
11.  Sebagai pemimpin
12.  Sebagai sponsor dalam kegiatan peserta didik[2]

C.      Peran Guru dalam Proses Pembelajaran
Banyak peranan yang diperlukan dari guru sebagai pendidik, atau siapa saja yang menerjunkan diri menjadi guru. Semua peranan yang diharapkan dari guru seperti diuraikan di bawah ini :


1.        Korektor
Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk. Kedua nilai yang berbeda ini harus betul-betul dipahami dalam kehidupan di masyarakat. Kedua niilai ini mungkin telah dimiliki peserta didik dan mungkin pula telah mempengaruhinnya sebelum peserta didik masuk sekolah. Latar belakang peserta didik yang berbeda-beda sesuai dengan sosio-kultural masyarakat dimana peserta didik tinggal akan mewarnai kehidupannya. Semua nilai yang baik harus guru pertahankan dan semua nilai yang buruk harus disingkirkan dari jiwa dan watak peserta didik. Bila guru membiarkannya, berarti guru telah mengabaikan peranannya sebagai seorang korektor, yang menilai dan mengoreksi semua sikap, tingkah laku, dan perbuatan peserta didik. Koreksi yang harus guru lakukan terhadap sikap dan sifat peserta didik tidak hanya di sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Sebab peserta didik justru lebih banyak melakukan pelanggaran terhadap norma-norma susila, moral, sosial, dan agama.

2.        Inspirator    
          Sebagai Inspirator, guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan belajar peserta didik. Persoalan belajar adalah masalah utama peserta didik. Guru harus dapat memberikan petunjuk (ilham) bagaimana belajar yang baik. Petunjuk itu tidak tidak mesti harus bertolak dari sejumlah teori-teori belajar. Dari pengalaman pun bisa dijadikan petunjuk bagaimana belajar yang baik.

3.        Informator
          Sebagai Informator, guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum. Informasi yang baik dan efektif diperlukan dari guru. Kesalahan informasi adalah racun bagi peserta didik. Untuk menjadi Informator yang baik dan efektif, penguasaan bahasalah sebagai kuncinya. Ditopang dengan penguasaan bahan yang akan diberikan kepada peserta didik. Informator yang baik adalah guru yang mengerti apa kebutuhan peserta didik dan mengabdi untuk peserta didik.

4.         Organisator
          Sebagai Organisator, adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan dari guru. Dalam bidang ini guru memiliki kegiatan pengelolaan kegiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik, dan sebagainya. Semuanya diorganisasikan, sehingga dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam belajar pada peserta didik.

5.        Motivator
          Sebagai Motivator, guru hendaknya dapat mendorong peserta didik agar bergairah dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisi motif-motif yang melatarbelakangi peserta didik malas belajar dan menurun prestasinya di sekolah. Setiap saat guru harus bertindak sebagai motivator, karena dalam interaksi edukatif tidak mustahil ada di Antara peserta didik yang malas belajar dan sebagainya.

6.        Inisiator
          Sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran.

7.        Fasilitator
Sebagai fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar peserta didik.

8.        Pembimbing
          Peranan guru yang tidak kalah pentingnya dari semua peran yang telah disebutkan di atas, adalah sebagai pembimbing. Peranan ini harus lebih dipentingkan, karena kehadiran guru disekolah adalah untuk membimbing peserta didik untuk menjadi manusia dewasa susila yang cakap.

9.        Demonstrator
          Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat dipahami. Apalagi peserta didik yang memiliki inteligensi yang sedang. Untuk bahan pelajaran yang sukar dipahami peserta didik, guru harus berusaha dengan membantunya. Dengan cara memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis, sehingga apa yang guru inginkan sejalan dengan pemahaman peserta didik, tidak terjadi kesalahan pengertian antara guru dan peserta didik.

10.    Pengelola Kelas
          Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua peserta didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru.

11.    Mediator
          Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya, baik media nomaterial dan materiil.

12.    Supervisor
          Sebagai Supervisor, guru hendaknya dapat membantu memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran. Teknik-teknik supervisi harus guru kuasai dengan baik agar dapat melakukan perbaikan terhadap situasi belajar mengajar menjadi lebih baik.

13.    Evaluator
          Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian yang menyentuh aspek ekstrinsik dan instrinsik[3].

D.      Permasalahan Guru dalam Proses Pembelajaran
            Guru harus mampu memahami kondisi-kondisi yang memungkinkan dirinya berbuat salah, dan yang paling penting adalah mengendalikan diri serta menghindari dari kesalahan-kesalahan. Menurut E. Mulyasa (2011:19) dari berbagai hasil kajian menunjukan bahwa sedikitnya terdapat tujuh kesalahan yang sering dilakukan guru dalam permbelajaran, yaitu ;


1.         Mengambil Jalan Pintas Dalam Pembelajaran
Tugas guru paling utama adalah mengajar, dalam pengertian menata lingkungan agar terjadi kegiatan belajar pada peserta didik. Berbagai kasus menunjukan bahwa diatara para guru banyak yang merasa dirinya sudah dapat mengajar dengan baik, meskipun tidak dapat menunjukan alasan yang mendasari asumsi itu.

Asumsi keliru tersebut seringkali menyesatkan dan menurunkan kreatifitas, sehinga banyak guru yang suka mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi.

            Agar tidak tergiur untuk mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, guru hendaknya memandang pembelajaran sebagai suatu system, yang jika salah satu komponennya terganggu, maka akan menggangu seluruh system tersebut. Sebagai contoh, guru harus selalu membuat dan melihat persiapan setiap mau melakukan kegiatan pembelajaran., serta merevisi sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dan perkembangan zamannya.
Harus selalu diingat mengajar tampa persiapan merupakan jalan pintas, dan tindakan yang berbahaya, yang dapat merugikan perkembangan peserta didik, dan mengancam kenyamanan guru.


2.         Menunggu Peserta Didik Berperilaku Negative
Dalam pembelajaran di kelas, guru berhadapan dengan sejumlah peserta didik yang semuanya ingin diperhatikan. Peserta didik akan berkembang secara optimal melalui perhatian guru yang positif , sebaliknya perhatian yang negative akan menghambat perkembangan peserta didik. Mereka senang jika mendapat pujian dari guru dan merasa kecewa jika kurang diperhatikan .


Namun sayang kebanyakan guru terperangkap dengan pemahaman yang keliru tentang mengajar, mereka menganggap mengajar adalah menyampaikan maateri kepada peserta didik, mereka juga menganggap mengajar adalah memberika pengetahuan kepada peserta didik. Tidak sedikit guru yang sering mengabaikan perkembangan kepribadian peserta didik, serta lupa memberikan pujian kepada mereka yang berbuat baik, dan tidak membuat masalah.

Biasanya guru baru memberikan perhatian kepada peserta didik ketika rebut, tidur dikelas, tidak memperhatikan pelajaran, sehingga menunggu peserta didik berperilaku buruk. Kondisi tersebut sering kali mendapatkan tanggapan yang salah dari peserta didik, mereka beranggapan bahwa untuk mendapatkan perhatian dari guru harus berbuat salah, burbuat gaduh, menganggu atau melakukan tindakan tidak disiplin lainnya. Seringkali terjadi perkelahian pelajar hanya  karena mereka tidak mendapatkan perhatian, dan meluapkannya melalui perkelahian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan peserta didik tidak tahu bagaimana cara yang tepat untuk mendapatkan perhatian dari guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya, tetapi mereka tahu cara menggangu teman, membuat keributan, serta perkelahian, dan ini kemudian yang mereka gunakan untuk mendapatkan perhatian.
  
Guru perlu belajar untuk menangkap perilaku positif yang ditunjukan oleh para peserta didik, lalu segera memberi hadiah atas prilaku tersebut dengan pujian dan perhatian. Kedengarannya hal ini sederhana. tetapi memerlukan upaya sungguh-sungguh untuk tetap mencari dan member hadiah atas perilaku-perilaku positif peserta didik, baik secara kelompok maupun individual.
Menghargai perilaku peserta didik yang postif sungguh memmberikan hasil nyata. Sangat efektif jika pujian guru langsung diarahkan kepada perilaku khusus dari pada hanya diekspresikan dengan pernyataan positif yang sifatnya sangat umum. Sangat efektif guru berkata “termakasih kalian telah mengerjakan pekerjaan rumah dengan sungguh-sungguh” daripada “kalian sangat baik hari ini”
Disisi lain, guru harus memperhatikan perilaku-perilaku peserta didik yang negatf, dan mengeliminasi perilaku-perilaku tersebut agar tidak terulang kembali. Guru bisa mencontohkan berbagai perilaku peserta negatif , misalnya melalui ceritera dan ilustrasi, dan memberikan pujian kepada mereka karena tidak melakukan perilaku negative tersebut. Sekali lagi “Jangan menunggu peserta didik berperilaku negative”.

3.         Menggunakan Destructive Disclipline
Akhir-akhir ini banyak perilaku negatif yang dilakukan oleh para peserta didik, bahkan melampaui batas kewajaran karena telah menjurus pada tindak melawan hokum, melanggar tata tertib, melanggar norma agama, criminal, dan telah membawa akibat yang sangat merugikan masyarakat. Demikian halnya dengan pembelajaran, guru akan mengahadapi situasi-situasi yang menuntut guru harus melakukan tindakan disiplin.
  
Seperti alat pendidikan lain, jika guru tidak memiliki rencana tindakan yang benar, maka dapat melakukan kesalahan yang tidak perlu. Seringkali guru memberikan hukuman kepada peserta didik tanpa melihat latar belakang kesalahan yang diperbuat, tidak jarang  guru memberikan hukuman diluar batas kewajaran pendidikan, dan banyak guru yang memberikan hukuman kepada peserta didik tidak sesuai dengan jenis kesalahan.
  
Dalam pada itu seringkali guru memberikan tugas-tugas yang harus dikerjakan peserta didik diluar kelas (PR), namun jarang sekali guru yang mengoreksi pekerjaan peserta didik dan mengembalikannya dengan berbagai komentar, kritik dan saran untuk kemajuan peserta didik. Yang sering dialami peserta didik adalah guru sering memberikan tugas , tetapi tidak pernah memberi umpan balik terhadap tugas-tugas yang dikerjakan. Tindakan tersebut merupakan upaya pembelajaran dan penegakan disiplin yang destruktrif, yang sangat merugikan perkembangan peserta didik.
  
Bahkan tidak jarang tindakan destructive disclipline yang dilakukan oleh guru menimbulkan kesalahan yang sangat fatal yang tidak hanya mengancam perkembangan peserta didik, tetapi juga mengancam keselamatan guru. Di Jawa Timur pernah ada kasus seorang peserta didik mau membunuh gurunya dengan seutas tali raffia, hanya gara-gara gurunya memberikan coretan-coretan merah pada hasil ulangannya.

Kesalahan-kesalaha seperti yang diuraikan diatas dapat mengakibatkan penegakan disiplin menjadi kurang efektif, dan merusak kepribadian dan harga diri peserta didik. Agar guru tidak melakukan kesalahan-kesalahan dalam menegakkan disiplin ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
§   Disiplinkan peserta didik ketika anda dalam keadaan tenang
§   Gunakan disiplin secara tepat waktu dan tepat sasaran
§   Hindari menghina dan mengejek peserta didik
§   Pilihlah hukuman yang bisa dilaksanakan secara tepat
§    Gunakan disiplin sebagai alat pembelajaran.

4.         Mengabaikan Perbedaan Peserta Didik
Kesalahan berikutnya  yang sering dilakukan guru dalam pembelajaran adalah mengabaikan perbedaan individu peserta didik. Kita semua mengetahui setiap peserta didik memiliki perbedaan yang sangat mendasar yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran. Peserta didik memiliki emosi yang sangat bervariasi, dan sering memperlihatkan sejumlah perilaku yang tampak aneh. Pada umumnya perilaku-perilaku tersebut cukup normal dan dapat ditangani dengan menciptakan pembelajaran yang kondusif. Akan tetapi karena guru disekolah dihadapkan pada sejumlah peserta didik, guru seringkali sulit untuk membedakan mana perilaku yang wajar atu normal dan mana perilaku yang indisiplin dan perlu penanganan khusus.
  
Setiap peserta didik memiliki perbedaan yang unik, mereka memiliki kekuatan, kelemahan, minat, dan perhatian yang berbeda-beda. Latar belakang keluarga, latar belakang social ekonomi, dan lingkungan, membuat peserta didik berbeda dalam aktifitas, kreatifitas, intlegensi, dan kompetensinya. Guru seharusnya dapat mengidentifikasi perbedaan individual peserta didik, dan menetapkan karakteristik umum yang menjadi cirri kelasnya, dari ciri-ciri individual yang menjadi karakteristik umumlah seharusnya guru memulai pembelajaran. Dalam hal ini, guru juga harus memahami ciri-ciri peserta didik yang harus dikembangkan dan yang harus diarahkan kembali.

Sehubungan dengan uraian diatas, aspek-aspek peserta didik yang peru dipahami guru antara lain: kemampuan, potensi, minat, kebiasaan, hobi, sikap, kepribadian, hasil belajar, ctatan kesehatan, latar belakang sekolah dan kegiatannya disekolah. Informasi tersebut dapat dieroleh dan dipelajari dari laporan atau catatan sekolah, informasi dai peserta didik lain (teman dekat), observasi langsung dalam situasi kelas, dan dalam berbagai kegiatan lain di luar kelas, serta informasi dari peserta didik itu sendiri melalui wawancara, percakapan dan autobiografi.


5.         Merasa Paling Pandai
Kesalahan lain yang sering dilakukan guru dalam pembelajaran adalah merasa paling pandai dikelas. Kesalahan ini berangkat dari kondisi bahwa pada umumnya para peserta didik disekolahnya relative lebih muda dari gurunya, sehingga guru merasa bahwa peserta didik tersebut lebih bodoh disbanding dirinya, peserta didik dipandang sebagai gelas yang perlu di isi air ke dalamnya. Perasaan ini sangat menyesatkan
karena dalam kondisi seperti sekarang ini peserta didik dapat belajar melalui internet dan berbagai media massa, yang mungkin guru belum menikmatinya.
Hal ini terjadi terutama di kota-kota besar, ketika peserta didik datang dari keluarga kaya yang dirumahnya memiliki sarana dan prasarana yang lengkap, serta berlangganan Koran dan majalah yang mungkin lebih dari satu edisi, sedangkan guru belum memilikinya. Denan demikian peserta didik yang belajar mungkin saja lebih pandai daripada guru. Jika ini terjadi maka guru harus demokratis untuk bersedia belajar kembali, bahkan belajar dari peserta didik sekalipun, atau saling membelajarkan. Dalam hal ini guru harus menjadi pembelajar sepanjang hayat, yang senantiasa menyesuaikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dengan perkembangan yang terjadi dimasyarakat. Jika tidak, maka akan ketinggalan kereta, bahkan disebut guru ortodok.

6.         Diskriminatif
Pembelajaran yang baik dan efektif adalah yang mampu memberi kemudahan belajar secara adil dan merata (tidak diskriminatif), sehingga peserta didik dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Keadilan dalam pembelajaran meupakan kewajiban guru dan hak peserta didik untuk memperolehnya. Dalam prakteknya banyak guru yang tidak adil, sehingga merugikan perkembangna peserta didik, dan ini merupakan kesalahan guru yang sering dilakukan , terutama dalam penilaian. Penilaian merupakan upayakan untuk memberikan penghargaan kepada peserta didik sesuai dengan usaha yang dilakukannya selama proses pembelajaran.
Oleh karena itu, dalam memeberikan penilaian harus dilakukan secara adil, dan benar-benar merupakan cermin dari perilaku peserta didik. Namun demikian tidak sedikit guru yang menyalahgunakan penilaian, misalnya sebagai ajang untuk balas dendam, atau ajang untuk menyalurkan kasih sayang diluar tanggung jawabnya sebagai seorang guru.


7.         Memaksa hak peserta didik
Memaksa hak peserta didik merupakan kesalahan yang sering dilakukan guru, sebagai akubat dari kebiasaan guru berbisnis dalam pembelajaran, sehingga menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.  Guru boleh saja memiliki pekerjaan sampingan, memperoleh penghasilan tambahan, itu sudah menjadi haknya, tetapi tindakkan memaksa bahkan mewajibkan peserta didik untuk membeli buku tertentu sangat fatal serta kurang bisa digugu dan ditiru. Sebatas menawarkan boleh saja, tetapi kalau memaksa kasihan bagi orangtua yang tidak mampu.

Kondisi semacam ini sering kali membuat prustasi peserta didik, bahkan di Garut pernah pernah ada peserta didik bunuh diri hanya karena dipaksa untuk membeli alat pelajaran tertentu oleh gurunya. . Kerna peserta didik tersebut tidak memiliki uang atau tidak mampu dia nekat bunuh diri. Ini contoh akibat fatal dari guru yang suka berbisnis disekolah dengan memaksa peserta didiknya untuk membeli. Hindarilah, ingat sebagai guru akan diminta pertanggungjawaban di akhirat. Di dunia gaji tidak seberapa, jangan kotori keuntungan akhirat dengan menodai profesi. Niatkan menjadi guru sebagai ibadah. Jadikan pekerjaan guru sebagai ladang amal yang akan dipanen hasilnya kelak diakhirat. Percayalah, dan tanyakan pada hati nurani. Jangan mengambil keuntungan sesaat, tetapi menyesatkan. Sadarlah wahai guru, agar namamu selalu sejuk dalam sanubariku. Demikianlah penjelasan E. Mulyasa mengenai 7 Kesalahan Yang Sering Dilakukan Guru Dalam Pembelajaran.
Sedangkan menurut  Dr. Wina Sanjaya ( 2005 : 70 ) menyebutkan ada 4 kekeliruan dalam proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru yaitu :
1.        Ketika mengajar, guru tidak berusaha mencari informasi, apakah materi yang diajarkannya sudah dipahami oleh siswa atau belum.
2.        Dalam proses belajar mengajar guru tidak berusaha mengajak berpikir kepada siswa. Komunikasi bisa terjadi satu arah, yaitu dari guru ke siswa. Guru menganggap bahwa bagi siswa menguasai materi pelajaran lebih penting dibandingkan dengan mengembangkan kemampuan berpikir.
3.        Guru tidak berusaha mencari umpan balik mengapa siswa tidak mau mendengarkan penjelasannya.
4.        Guru menganggap bahwa ia adalah orang yang paling mampu dan menguasai pelajaran dibandingkan dengan siswa. Siswa dianggap sebagai " tong kosong " yang harus diisi dengan sesuatu yang dianggapnya sangat penting[4].


BAB III
PENUTUP
A.      Simpulan
Menyikapi peluang dan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa sekarang dan mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya.  Oleh karena itu, kondisi kesejahteraan guru harus dipenuhi agar guru terdorong untuk banyak memberi perhatian kepada anak didiknya dan lebih mempersiapkan diri dalam proses pembelajaran sehingga kondisi proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien. Guru merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam perubahan kurikulum dan implementasinya dalam pembelajaran.
Dalam implementasi kurikulum yang baik adalah guru harus mengajarkan siswa tentang cara belajar, cara mengingat, cara berpikir dan cara memotivasi diri sendiri. Proses pembelajaran berbasis kompetensi adalah proses pendeteksian kemampuan dasar siswa untuk memudahkan terciptanya suatu tujuan secara teoritis dan praktis. Jadi, seorang guru harus dapat menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan secara efektif dan menyenangkan. Oleh karena itu, guru harus menyadari bahwa pembelajaran memiliki sifat yang sangat kompleks karena melibatkan aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis secara bersamaan.
B.       SARAN
Untuk meningkatkan keprofesionalan guru, maka guru harus memahami peran dan tugasnya sebagai seorang guru yaitu sebagai sumber belajar, pendidik, pembelajar, pembimbing, pelatih, penasehat, agen pembaharu (innovator) serta sebagai model dan teladan.




 





DAFTAR PUSTAKA

Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Asdi Mahasatya, 2010
Hamalik, Oemar. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara, 2006
Wijaya dan Thabrani.  Kemampuan Dasar guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991
https://www.facebook.com/notes/zyah-el-qonita/7-tujuh-kesalahan-yang-sering-dilakukan-guru-dalam-pembelajaran/581233375221917



[2] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta : Rineka Cipta, 2010, cet. 3, hlm. 36-39
[3] Ibid, hlm. 43-48
[4] https://www.facebook.com/notes/zyah-el-qonita/7-tujuh-kesalahan-yang-sering-dilakukan-guru-dalam-pembelajaran/581233375221917 diakses tanggal 29 maret 2014 jam 10.58 WITA