Sabtu, 21 Maret 2015

Filsafat Umum Socrates,Plato dan Aristoteles

BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG
           Beberapa tentang kelahiran dan perkembangan Filsafat pada awal kelahiranya tidak dapat di pisahkan dengan perkembangan (Ilmu) pengetahuan yang munculnya pada masa peradaban kuno (masa yunani) makna kata Filsafat sendiri adalah cinta Kearifan, arti kata tersebut belum memperhatikan makna kata yang sebenarnya dari kata Filsafat, sebab pengertian “mencintai” belum memperlihatkan keaktifan seorang Filosof untuk memperoleh Kearifan.
Pada periode yunani klasik ini perkembangan filsafat menunjukan kepesatan, yaitu ditandai nya semakin besar minat orang terhadap filsafat. Aliran yang mengawali periode yunani klasik adalah Sofisme, kata Sophos berarti Arif atau Pandai, yaitu gelar bagi meraka yang memiliki kearifan dalam menjalani kehidupan. Keberadaan sofisme ini dengan keahliannya dalam bidang-bidang bahasa, politik, retorika, dan terutama memaparkan tentang kosmos dan kehidupan manusia di masyarakat sehingga keberadaan sofisme ini dapat membawa perubahan budaya dan peradaban di athena.  
Filsafat Yunani klasik merupakan awal dari permulaan pemikiran filsafat atau pembahasan masalah filsafat secara spekulatif rasional, dan tidak irrasional dogmatis. Filsafat Yunani klasik juga merupakan ilustrasi pemikiran dan pembahasan masalah filsafat secara  sistematis dan lengkap dan juga berlaku samapai sekarang.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana pemikiran filosofi  Socrates ?
2.      Bagaimana pemikiran filosofi Plato ?
3.      Bagaimana pemikiran filosofi Aristoteles ?

C.     TUJUAN PENULISAN
-    Untuk mengetahui hadirnya Filosofi Yunani klasik.
-    Untuk mengetahui bagaimana pemikiran Filsafat yunani klasik yang dipelopori Socrates, Plato dan Aristoteles.


BAB II
PEMBAHASAN

Disebut filsafat klasik karena falsafah yang dibangunnya mampu menguasai sistem pengetahuan alam pikiran Barat sampai kira-kira selama dua ribu tahun. Para filosuf klasik muncul berusaha untuk membangkitkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan yang waktu itu mengalami pendangkalan dan melemahnya tanggung jawab manusia karena pengaruh negatif dari para filosuf aliran Sofisme.
Adapun yang dimaksud para filosuf yang termasuk dalam filsafat klasik itu adalah Socrates, Plato, dan Aristoteles.

A.                Socrates
            Socrates lahir di Athena pada tahun 470 sebelum Masehi dan meninggal pada tahun 399 SM. Bapaknya tukang pembuat patung, ibunya bidan. Pada permulaannya Socrates mau menuruti jejak bapaknya, menjadi tukang pembuat patung pula. Tetapi akhirnya ia berganti haluan. Dari membentuk batu jadi patung ia membentuk watak manusia.[1]
            Masa hidupnya hampir sejalan dengan perkembangan sofisme di Athena. Pada hari tuanya Socrates melihat kota tumpah darahnya mului mundur, setelah mencapai puncak kebesaaran yang gilang gemilang.[2]
Masa hidup Socrates sezaman dengan Sofisme. Ia terkenal sebagai orang yang berbudi baik, jujur, dan adil. Cara penyampaian pemikirannya kepada para pemuda ia menggunakan metode tanya jawab. Sebab itu ia memperoleh banyak simpati dari para pemuda di negerinya. Namun, ia juga kurang disenangi oleh orang banyak dengan menuduhnya sebagai orang yang merusak moral para pemuda negerinya. Selain itu juga dituduh menolak dewa-dewa atau Tuhan-tuhan yang telah diakui Negara.
Kelanjutan dari tuduhan terhadap dirinya menjadikan ia dia diadili oleh pengadilan Athena. Dalam proses pengadilan ia mengatakan pembelaannya yang kemudian ditulis oleh Plato dalam naskahnya yang berjudul Apologi. Plato mengisahkan adanya tuduhan itu. Tuduhan mengatakan bahwa Socrates tidak hanya menetang agama yang diakui oleh Negara, akan tetapi juga mengajarkan agama baru buatannya sendiri. Salah seorang yang mendakwanya, yaitu Melethus, mengatakan bahwa dia adalah seorang tak ber-Tuhan, dan menambahkan : Socrates  berkata bahwa matahari adalah batu dan bulan adalah tanah. Socrates menjawab (menangkal) tuduhan itu, dan menanyakan kepadanya, siapakah orang yang memperbaiki pemuda. Melethus menjawab mula-mula para hakim, kemudian terdesak sedikit mengatakan bahwa semua orang Athena kecuali Socrates memperbaiki pemuda.
Socrates mengucapkan selamat bahwa Athena memiliki nasib baik untuk memiliki begitu banyak orang yang berusaha memperbaiki pemuda, dan orang-orang baik tentu lebih pantas untuk dipergauli daripada orang jelek, maka dari itu ia tidak akan dapat menjadi begitu bodoh untuk dapat merusak mereka dengan sengaja, Melethus seharusnya mengajar dia dan tidak menyeret ia ke pengadilan.
Lebih lanjut Plato mengisahkan tentang pembelaan Socrates yang mempunyai nada agama. Ia pernah menjadi tentara, dan tetap pada pos ini selama ia diperintahkan untuk tak meninggalkan. Kini “Tuhan menyuruh saya untuk menaikkan tugas amanat filosuf untuk mengenal diri saya dan orang-orang lain, dan tentu sangat memalukan jika kau meninggalkan pos ini sekarang seperti halnya pula pada waktu peperangan dan pertempuran. Takut mati bukankah kebijaksanaan karena tak seorang pun tahu apakah mati itu tidak lebih baik. Kalau dia diminta untuk berhenti merenung dan mengadakan penyilidikan agar dia selamat dati maut, maka ia tentu menjawab : Wahai warga Athena, aku akan lebih tunduk kepada Tuhan daripada kamu, dan selama hayat dikandung badan dan aku memiliki kekuatan, kau tak akan berhenti mengerjakan dan mengajarkan filsafat, menganjurkan setiap orang yang kutemui…. Karena ketahuilah bahwa ini adalah suruhan Tuhan; dan aku percaya bahwa tak ada kebaikan lebih besar bagi Negara daripada pengabdianku kepada Tuhan.
Dalam proses pengadilan diputuskan bahwa Socrates dinyatakan bersalah dengan suara 200 dan 220 melawan. Ia dituntut hukuman mati.
Adapun falsafah pemikiran Socrates diantaranya ia menyatakan adanya kebenaran objektif, ialah yang tidak bergantung kepada saya dan kita. Dalam membenarkan kebenaran yang objektif ia menggunakan metoda tertentu yang dikenal dengan metoda dialektika yang berasal dari kata Yunani yang berarti bercakap-cakap atau berdialog.
Menurut Socrates ada kebenaran objektif, yang tidak bergantung kepada saya atau kita. Ini memang pusat permasalahan yang dihadapi oleh Socrates. Untuk membuktikan adanya kebenaran yang objektif. Socrates menggunakan metoda tertentu. Metoda itu bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan. Ia menganalisis pendapat-pendapat. Setiap orang mempunyai pendapat mengenai salah dan tidak salah. Ia bertanya kepada negarawa, hakim, tukang, pedagang, dan sebagainya. Menurut Xenophon, ia bertanya tentang salah-tidak salah, adil-tidak adil, berani dan pengecut, dan lain-lain. Socrates selalu menganggap jawaban pertama sebagai hipotesis, dan dengan jawaban yang lebih lanjut ia menarik konsekuensi yang mustahil, maka hipotesis itu diganti dengan hipotesis lain, lalu hipotesis kedua ini diselidiki dengan jawaban-jawaban lain, dan begitulah seterusnya. Sering terjadi percakapan itu berakhir dengan apoira (kebingungan). Akan tetapi, tidak jarang dialog itu menghasilkan suatu definisi yang dianggap berguna.
Dari metoda dialektiknya ia menemukan dua penemuan metoda yang lain yakni Induksi dan definisi. Ia menggunaka istilah induksi manakala pemikiran bertolak dari pengetahuan yang khusus, lalu menyimpulkannya dengan pengertian yang umum,. Pengertian umum diperoleh dari mengambil sifat-sifat yang sama (umum) dari masing-masing kasus khusus dan ciri-ciri khusus yang tidak disetujui bersama adalah disisihkan. Ciri umum tersebut dinamakan cirri esensi dan semua menyebutkan semua ciri esensi semua objek dengan menyisihkan semua eksistensinya. Demikianlah jalan untuk memperolah defiisi tentang sesuatu persoalan.
Sebagaimana disebutkan bahwa filsafat klasik ini merupakan reaksi dari adanya melemahnya pandangan manusia terhadap ilmu pengetahuan, sains, dan agama karena pengaruh filsafat aliran Sofisme yang didominasi paham relativisme. Dengan mengajukan penekuan baru ini Socrates dapat menangkalnya sehingga mampu membangkitkan dan mengajak orang-orang Athena mulai kembali memegang kaidah-kaidah ilmu pengetahuan, sains, dan agama.
Socrates dikenal sebagai orang yang berbudi luhur mempunyai kearifan dan kebijaksanaan. Namun, ia tak pernah mengaku mempunyai kearifan dan kebijaksanaan, ia hanya mengaku sebagai penggemar kearifan atau amateur kebijaksanaan, bukan profesional dan mengetahui untuk kebendaan dari apa yang ia gemari seperti kaum Sofis pada zamannya.
Konon dewa yang berada di tempat peribadatan bagi orang Yunani di Delphi menyatakan dengan cara luar biasa bahwa ia adalah orang yang paling arif di negeri Yunani. Ia menafsirkan bahwa dewa itu sebagai persetujuan atas cara agnocticism yang menjadi titik tolak dari filsafatnya: “One thing only I know, and that is I know nothing”, kembali kepercayaan yang telah sejak kecil dianut, meninjau kembali keyakinan dan meragukan aksioma pengetahuan.
Bagaimana kepercayaan-kepercayaan menjadi keyakinan, apa tidak ada tujuan tertentu dan maksud terahasia di belakang yang menyebabkan kelahirannya, dan menurutnya dalam baju yang merahasiakan hakikat sebenarnya? Tidak ada filsafat yang sebenarnya sebelum pikiran menengok dan menyelidiki dirinya.
Faham etikanya merupakan kelanjutan dari metoda yang ia temukan (induksi dan difinisi). Sayang Socrates tidak pernah menulis pemikiran falsafahnya sendiri. Dan untuk mengetahuinya hanya diperoleh dari tulisan murid-muridnya.[3]

B.                 Plato (427-347 SM)
Plato lahir di Athena tahun 427 SM dan hidup sezaman dengan Socrates. Ia adalah seorang murid dan teman Socrates. Dalam beberapa pemikirannya ia memperkuat pendapat gurunya dalam menghadapi kaum Sofisme.
Namanya bermula ialah Aristokles. Plato namanya kemudian yang diberikan oleh gurunya bermain senam. Ia memperoleh nama baru itu berhubung dengan bahunya yang lebar. Sepadan dengan badannya yang tinggi dan tegap.[4] Raut mukanya, potongan tubuhnya sertaa parasnya yang elok bersesuaian dengan ciptaan klaik tentang manusia yang cantik. Bagus dan harmoni meliputi seluruh perawakannya. Dalam tubuh yang besar dan sehat itu bersarang pula pikiran yang mendalam dan menembus. Pandangan matanya menunjukkan seolah-olah ia mau mengisi dunia yang lahir ini dengan cita-citanya.[5]
Sebagaimana Socrates, ia menggunakan metoda dialog untuk mengantarkan filsafatnya. Namun kebenaran umum (definisi) menurutnya bukan dibuat dengan cara dialog yang induktif sebagaimana cara yang digunakan Socrates. Pengertian umum (definisi) menurut Plato sudah tersedia di sana di alam idea.
Menurut pemikiran falsafahnya, dunia lahir adalah dunia pengalaman yang selalu berubah-ubah dan warna-warni. Semua itu adalah bayangan dari dunia idea. Sebagai bayangan, hakikanya hanyalah tiruan dari yang asli yaitu idea. Karenanya maka dunia pengalaman ini berubah-ubah dan bermacam-macam, sebab hanyalah merupakan tiruan yang tidak sempurna dari idea yang sifatnya bagi dunia pengalaman. Barang-barang yang ada di dunia ini semua ada contohnya yang ideal di dunia idea sana (dunia idea).
Keadaan idea sendiri bertingkat-tingkat. Tingkat idea yang tertinggi adalah idea kebaikan, di bawahbya idea jiwa dunia, yang menggerakkan dunia. Berikutnya idea keindahan yang menimbulkan seni, ilmu, pendidikan, politik.
Dengan demikian jelaslah bahwa kebenaran umum itu memang sudah ada, bukan dibuat melainkan sudah ada di di dalam idea. Manusia dulu berada di dunia idea bersama-sama dengan idea-idea lainnya dan mengenalinya. Manusia di dunia nyata ini jiwanya terkurung oleh tubuh sehingga kurang ingat lagi hal-hal yang dulu pernah dikenalinya di dunia idea. Dengan kepekaan inderanya terkadang hal-hal yang empiric menjadikania teringat kembali apa yang pernah dikenalnya dulu di dunia idea. Dengan kata lain adalah dari ingatan apa yang pernah dikenalinya atau mengerti karena ingat.
Hal yang penting juga untuk diketahui dari filsafat Plato adalah pemikiran dai tentang Negara. Menuruntnya bahwa dalam tiap-tiap Negara segala golongan  dan segala orang-orang  adalah alat semata-mata untuk kesejahteraan semuanya. Kesejahteraan semuanya itulah yang menjadi tujuan yang sebenarnya. Dan itu pulalah yang menemukan nilai pembagian pekerjaan. Dalam Negara yang ideal itu golongan pengusaha menghasilkan, tetapi tidak memerintah. Golongan penjaga memperlindungi, tetapi tidak memerintah. Golongan cerdik pandai diberi makan dan dilindungi, dan mereka memerintah.
Ketiga macam budi yang dimiliki oleh masing-masing golongan, yaitu bijaksana, berani, dan menguasai diri dapat menyelenggarakan dengan kerja sama budi keempat bagi masyarakat, yaitu keadilan.
 Oleh karena negara ideal bergantung kepada budi penduduknya, pendidikan menjadi urusan yang terpenting bagi Negara. Menurut Plato, pendidikan anak-anak dari umur 10 tahun ke atas menjadi urusan Negara, supaya mereka terlepas dari pengaruh orang tuanya. Dasar yang terutama bagi pendidikan anak-anak ialah gymnastic (senam) dan musik. Tetapi gymnastic didahulukan. Gymnastic menyehatkan badan dan pikiran. Pendidikan harus menghasilkan manusia yang berani, yang diperlukan bagi calon penjaga. Di sebelah itu diberikan pelajaran membaca, menulis, dan berhitung seberapa perlunya. Dari umur 14 sampai 16 tahun kepada anak-anak diajarkan musik dan puisi serta mengarang bersajak. Musik menanam dalam jiwa manusia perasaaan yang halus, budi yang halus. Karena musik jiwa kenal akan harmoni dan irama. Kedua-duanya adalah landasan yang baik untuk menghidupkan rasa keadilan. Tetapi dalam pendidikan musik harus dijauhkan lagu-lagu yang melemahkan jiwa serta yang mudah menimbulkan nafsu buruk. Begitu juga tentang puisi. Puisi yang merusak moral disingkirkan. Pendidikan musik dan gymnastic harus sama dan seimbang.
Dari umur 16-18 tahun anak-anak yang menjelang dewasa diberi pelajaran matematik untuk mendidik jalan pikirannya. Di sebelah itu supaya diajarkan pula kepada mereka dasar-dasar agama dan adab sopan, supaya di kalangan mereka tertanam rasa persatuan. Plato mengatakan bahwa suatu bangsa tidak akan kuat, kalau ia tidak percaya pada Tuhan. Seni yang memurnikan jiwa dan perasaan tertuju kepada Yang Baik dan Yang Indah, diutamakan mengajarkannya. Pendidikan ini tidak saja menyempurnakan pandangan agama, tetapi juga mendidik dalam jiwa pemuda kesediaan berkurban dan keberanian menentang maut. Dari umur 18-20 tahun pemuda mendapat didikan militer.
Pada umur 20 tahun diadakan seleksi yang pertama. Murid-murid yang maju dalam ujian itu mendapat didikan ilmiah yang mendalam dalam bentuk yang lebih teratur. Pendidikan otak, jiwa, dan badan sama beratnya. Setelah menerima pendidikan ini 10 tahun lamanya datanglah seleksi yang kedua, yang syaratnya lebih berat dan caranya lebih teliti dan seleksi yang pertama. Yang jatuh dapat diterima sebagai pegawai negeri. Yang maju dan sedikit jumlahnya meneruskan pelajarannya 5 tahun lagi dan dididik dalam ilmu pengetahuan tentang adanya ajaran tentang idea dan dialektika. Setelah tamat pelajaran itu, mereka dapat memangku jabatan yang lebih tinggi. Kalau mereka sudah 15 tahun bekerja dan mencapai umur 50 than, mereka diterima masuk dalam pengalaman mereka dalam teori dan praktek sudah dianggap cukup untuk melkasanakan tugas yang tertinggi dalam Negara: menegakkan keadilan berdasarkan idea kebaikan.
Menurutnya penduduk Negara dapat dibagi tiga golongan yaitu gollongan teratas, tengah, dan terbawah. Golongan yang teratas ialah golongan yang memerintah, terdiri dari para filosuf. Mereka bertujuan membuat undang-undang dan mengawasi pelaksanaannya dan mereka memegang kekuatan tertinggi. Golongan ini harus memiliki budi kebijaksanaan. Sebelum para filosuf menjadi penguasa, negeri-negeri sulit untuk menghindar dari kehatan-kejahatan. Golongan menengah adalah para pengawal dan abdi Negara. Tugas mereka adalah mempertahaankan Negara dari serangan musuh dan menegakkan berlakunya undang-undang   supaya dipatuhi semua rakyat. Dan golongan ketiga adalah golongan terbawah atau rakyat pada umumnya. Mereka aadalah kelompok yang produktif dan harus pandai membawa diri.

C.                  Aristoteles
             Aristoteles lahir pada tahun 384 SM di Stageira, suatu kota di Yunani Utara. Keluarganya dalah orang-orang yang tertarik pada ilmu kedokteran. Ia banyak mempelajari filsafat, matematika, astronomi, retonika dan ilmu-ilmu lainnya. Ketika berumur 18 tahun, Aristoteles dikirim ke Akademia Plato di Athena. Disana ia belajar pada Plato. Kecenderungan berpikir saintifik nampak dari pandangan-pandangan filsafatnya yang sistematis dan banyak mengandung metoda empiris.
            Sebenarnya ia banyak menghasilkan karya-karya dan pemikiran-pemikiran filsafat. Namun banyak karyanya yang hilang. Diantara karya-karyanya yang dikenal seperti: Anganan (Logika), Priar Analytics ( Sologisme), Pasteriar Analytics (Sains) dan lain-lain. Didalam dunia filsafat, Aristoteles terkenal sebagai Bapak Logika. Logika Aristoteles juga sering disebut Logika Formal.
            Bila orang-orang Sofis banyak yang menganggap manusia tidak akan mampu memperoleh kebenaran, Aristoteles dalam Metaphysics menyatakan bahwa manusia dapat mencapai kebenaran.
            Dalam pandangan fisafatnya, etika adalah sarana untuk mencapai kebahagiaan dan merupakan sebagai barang yang tertinggi dalam kehidupan. Etika dapat mendidik manusia untuk memiliki sikap yang pantas dalam segala perbuatan. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kebaikan terletak ditengah-tengah antara dua ujung yang paling jauh. Contohnya, pemberani adalah sifat baik yang terletak diantara pengecut dan nekad, dermawan terletak diantara sifat kikir dan boros dan lain sebagainya. Seseorang haus pandai menguasai diri agar tidak terombang-ambing oleh hawa nafsu.
            Karya-karya Aritoteles yang sampai kepada kaum muslimin ada 36 buah yang terbagi menjadi empat yaitu Logika, Fisika, Metafisika dan Etika.
1.                  Logika
            Buku-buku mengenai logika yang diterjemahkan ialah:
a.                   Categoriae (Al-Maqulat). Buku ini diterjemahkan oleh Ibnu al-Muqaffa, kemudian             diterjemahkan lagi oleh Yahya bin Adij dengan ulasan dari Iskandr Aprodisios.
b.                  Interpretation (tafsiran-tafsiran) yang dalam dunia Ilam dikenal dengan nama Pro- Armenias, berisi keterangan tentang bahasa, yaitu tentang preposisi dan bagian-        bagiannya. Buku tersebut diterjemahkan oleh Ishak bin Hunein dan juga Al-Farabi.
c.                   Analytica Posteriora (uraian pertama), yang membicarakan tentang qiyas (syllogis)             diterjemahkan oleh Ibnul Muqaffa kemudian dijelaskan oleh Al-Kindi, Abu Bisyr,             Mattius, Al-Farabi dan Al-Jurjani.
d.                  Analytica Posteriora (uraian kedua) yang membicarakan cara pembuktian ilmiah,    diterjemahkan oleh Mattius bin Yunus. Kemudian diterjemahkan lagi oleh Ishak bin      Hunein dari bahasa Suryani, lalu diberi ulasan oleh Al-Kindi dan Al-Farabi.
e.                   Topica, yang berisi qiyas dialetika dan pemikiran mengenai hal-hal yang belum pasti,             diterjemahkan oeh Yahya bin AAjid dan Abu Utsman Ad-Damasyqi dari bahasa   Suryani. Al-Farabi membuat ikhtisar buku tersebut dngan dibubuhi ulasan-ulasan.
f.                   Sophistis, yang berisi kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh orang-oran Sofis,       penolakan terhadap mereka dan pemecahannya, diterjemahkan ke dalam bahasa Arab             dengan judul Al-Hikmah Al-Mumawwahah (Filsafat yang Menipu) oleh  Ishak bin          Hunein dan diberi tafsiran oleh Al-Farabi.
            Dikalangan Yunani, keenam buku tersebut terkenal dengan nama Organon, yang berarti alat, karena buku ini merupakan alat yang diperlukan dalam pembahasan dan dipakai untuk setiap ilmu, berisi aturan-aturan berpikir yang menjamin kebenaran-kebenaran persoalan yang dibicarakan.
2.                  Fisika
            Buku Aristoteles tentang fisika ada tiga, yaitu:
a.                   De Caelo (Langit) yang diterjemahkan oleh Ibnu Petrik, kemudian diberi ulasan oleh         Al-Farabi.
b.                  Animalium (Hewan) yang diterjemahkan oleh Nicolas Damascus.
c.                   Anima (Jiwa) yang diterjemahkan oleh Ishak bin HUnein, Ibnu Sina, Qusta bin Luraz        dan Imam Ar-Razi didasarkan atas pemikiran-pemikiran Aristoteles dan Plato.
3.                  Metafisika
            Buku Metafisika yang pokok-pokok pembahasannya disusun menurut abjad Yunani, dimulai dari huruf a. diantara isinya yang sampai kepada kaum muslimin ada 11 karangan, sedangkan teks aslinya dalam teks Yunani berisi 4 karangan.
            Sebagai gema dari buku tersebut, timbullah buku-buku berikut ini:
a.                   Al-Ibanah ‘An Gharadhi Aristoteles fi Kitabi Ma Ba’da At-Thabi’ah (Penjelasan   tentang Maksud Aristoteles dalam Buku Meafisika) karangan Al-Farabi.
b.                  Buku tentang ilmu ketuhanan dan catatan atas buku Huruf (buku metafisika dari   Aristoteles), keduanya adalah karangan Al-Farabi.
c.                   Buku-buku skitar metafisika karangan Ar-Razi.
4.                  Etika
            Buku etika Aristoteles yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab, menurut pengarang buku Kasyfud-dhunun ialah buku Ethics Nocomachaea dan dua uraian tentang etika.
            Berikut buku-buku yang didasarkan atas ilmu etika.
a.                   Al-Akhlak karangan Al-Farabi, sebagai ulasan terhadap buku Aristoteles.
b.                  Al-Akhlak karangan Ibnu Maskawaih.
c.                   Akhlakus-Syech Ar-Rais dari Ibnu Sina.[6]




BAB III
PENUTUP
Simpulan
Kira-kira selama, para filosof membangun pondqasi falsafahnya sehingga mengguncang dunia barat. Para dilosof klasik muncul untuk membangkitkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan yang waktu itu mengalami pendangkalan dan melemahnya tanggung jawab manusia karena pengaruh negative dari para filosof aliran sofisme. Kehadiran filosof Yunani klasik sama dengan kehadiran raksasa yang mengguncang bumi. Berbagai pandangan para filosof Yunani merupakan motifasi kuat untuk bangkit kembali ilmu pengetahuan yang semakin lemah dan dangkal oleh pengaruh filsafat kaum sofis yang merelatifitaskan segala sesuatu.
 Socrates, plato, dan aristoteles adalah para filosuf yang bangkit pada masa Yunani Klasik. Zaman klasik berawal dari Socrates, tetapi Socrates belum sampai pada suatu sistem filosofi, yang memberikan makna klasik kepada filosofi. Ia baru membuka jalan. Ia baru mencari kebenaran, ia belum sampai menegakkan suatu sistem pandangan. Tujuannya terbatas hingga mencari dasar yang baru dan kuat bagi kebenaran dan moral.
             



DAFTAR PUSTAKA

           Hatta, Mohammad, Alam Pikiran Yunani, Jakarta : Universitas Indonesia, 1986, Cet. 3
           Syadali, Ahmad,  Mudzakir, Filsafat Umum Untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung : Pustaka Setia,  2004, Cet. 2 
           Hakim, Abdul Atang, Dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum, Bandung : Pustaka Setia, 2008, Cet. 1.




              [1]  Hatta, Mohammad, Alam Pikiran Yunani, Jakarta : Universitas Indonesia, 1986, Cet. 3, h. 72
              [2] Hakim, Abdul Atang, Dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum, Bandung : Pustaka Setia, Cet. 1, 2008, h. 178
              [3]  Syadali, Ahmad,  Mudzakir, Filsafat Umum Untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung : Pustaka Setia,  2004, Cet. 2  hal. 72-77
              [4]   Hatta, Mohammad,Op. Cit., h. 87
              [5]   Hakim, Abdul Atang, dan Beni Ahmad Saebani, Op. Cit., h. 190-191
              [6]  Ibid., h. 215-219

Tidak ada komentar:

Posting Komentar