Jumat, 24 Oktober 2014

Hubungan Manusia dan Agama

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Agama telah memberikan penjelasan bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki potensi untuk berakhlak baik (takwa) atau buruk ( fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia yang terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan dan minum. Apabila potensi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka perilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti mencuri, membunuh, mencuri ) dll.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu Agama?
2.      Bagaimana Hubungan Manusia dengan Agama?
3.      Apa yang diamksud Dengan Agama Sebagai Petunjuk Tata sosial Manusia?

C.     Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini iyalah untuk mengetahui pengertian agama, dan untuk mengetahui hubungan agama dengan manusia, dan untuk mengetahui bahwa agama adalah pedoman tata sosial manusia.













BAB II
PEMBAHASAN


A.  Pengertian Manusia
Quraish Shihab mengutip dari Alexis Carrel dalam “Man the Unknown”, bahwa banyak kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat manusia, karena keterbatasan-keterbatasan manusia sendiri. Istilah kunci yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk pada pengertian manusia menggunakan kata-kata basyar, al-insan, dan ann-nas. Kata basyar disebut dalam Al-Qur’an 27 kali. Kata basyar menunjuk pada pengertian manusia sebagai makhluk biologis (QS Ali ‘Imran 3:47) tegasnya memberi pengertian kepada sifat biologis manusia, seperti makan, minum, hubungan seksual dan lain-lain.
Kata al-insan dituturkan sampai 65 kali dalamAl-Qur’an yang dapat dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama al-insan dihubungkan dengan khalifah sebagai penanggung amanah (QS Al-Ahzab 3:72), kedua al-insan dihubungankan dengan predisposisi negatif dalam diri manusia misalnya sifat keluh kesah, kikir (QS Al-Ma’arij 70:19-21) dan ketiga al-insan dihubungkan dengan proses penciptaannya yang terdiri dari unsur materi dan nonmateri (QS Al-Hijr 15:28-29). Semua konteksal-insan ini menunjuk pada sifat-sifat manusia psikologis dan spiritual. Kata an-nas yang disebut sebanyak 240 dalam Al-Qur’an mengacu kepada manusia sebagai makhluk sosial dengan karateristik tertentu misalnya mereka mengaku beriman padahal sebenarnya tidak (QS Al-Baqarah 2:8)
Dari uraian ketiga makna untuk manusia tersebut, dapat disimpulkan bahwa manusia adalah mahkluk biologis, psikologis dan sosial. Ketiganya harus dikembangkan dan diperhatikan hak maupun kewajibannya secara seimbang dan selalu berada dalam hukum-hukum yang berlaku (sunnatullah).
1.    Tujuan Penciptaan Manusia
Kata “Abdi” berasal dari kata bahasa Arab yang artinya memperhambakan diri, ibadah (mengabdi/memperhambakan diri). Manusia diciptakan oleh Allah agar ia beribadah kepada-Nya. Pengertian ibadah di sini tidak sesempit pengertian ibadah yang dianut oleh masyarakat pada umumnya, yakni kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji tetapi seluas pengertian yang dikandung oleh kata memperhambakan dirinya sebagai hamba  Allah. Berbuat sesuai dengan kehendak dan kesukaann (ridha) Nya dan menjauhi apa yang menjadi larangan-Nya.
2.    Fungsi dan Kedudukan Manusia
Sebagai orang yang beriman kepada Allah, segala pernyataan yang keluar dari mulut tentunya dapat tersingkap dengan jelas dan lugas lewat kitab suci Al-Qur’an sebagai satu kitab yang abadi. Dia menjelaskan bahwa Allah menjadikan manusia itu agar ia menjadi khalifah (pemimpin) di atas bumi ini dan kedudukan ini sudah tampak jelas pada diri Adam (QS Al-An’am 6:165 dan QS Al-Baqarah 2:30) di sisi Allah menganugerahkan kepada manusia segala yang ada dibumi, semula itu untuk kepentingan manusia (ia menciptakan untukmu seluruh apa yang ada dibumi ini. QS Al-Baqarah 2:29). Maka sebagai tanggung jawab kekhalifahan dan tugas utama umat manusia sebagai makhluk Allah, ia harus selalu menghambakan dirinya kepada Allah Swt.
Untuk mempertahankan posisi manusia tersebut, Tuhan menjadikan alam ini lebih rendah martabatnya daripada  manusia. Oleh karena itu, manusia diarahkan Tuhan agar tidak tunduk kepada alam, gejala alam (QS Al-Jatsiah 45:13) melainkan hanya tunduk kepada-Nya saja sebagai hamba Allah (QS Al-Dzarait 51:56). Manusia harus menaklukanya, dengan kata lain manusia harus membebaskan dirinya dari mensakralkan atau menuhankan alam.
Jadi dari uraian tersebut diatas bisa ditarik kesimpulan secara singkat bahwa manusia hakikatnya adalah makhluk biologis, psikolsogi dan sosial yang memiliki dua predikat statusnya dihadapan Allah sebagai Hamba Allah (QS Al-Dzarait 51:56) dan fungsinya didunia sebagaikhalifah Allah (QS Al-Baqarah 2:30); al-An’am 6:165), mengantur alam dan mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan kehidupan manusia itu sendiri dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh kepada sunnatullah.
3.  Hakekat Manusia Menurut Al-Qur’an
Al-Qur’an memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan mulia, bukan sebagai manusia yang kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang menimpa Nabi Adam sebagai cikal bakal manusia, yang melakukan dosa dengan melanggar larangan Tuhan, mengakibatkan Adam dan istrinya diturunkan dari surga, tidak bisa dijadikan argumen bahwa manusia pada hakikatnya adalah pembawa dosa turunan. Al-Quran justru memuliakan manusia sebagai makhluk surgawi yang sedang dalam perjalanan menuju suatu kehidupan spiritual yang suci dan abadi di negeri akhirat, meski dia harus melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa saat melakukan kesalahan di dalam hidupnya di dunia ini. Bahkan manusia diisyaratkan sebagai makhluk spiritual yang sifat aslinya adalah berpembawaan baik (positif, haniif).
Karena itu, kualitas, hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah baik, benar, dan indah. Tidak ada makhluk di dunia ini yang memiliki kualitas dan kesejatian semulia itu . Sungguhpun demikian, harus diakui bahwa kualitas dan hakikat baik benar dan indah itu selalu mengisyaratkan dilema-dilema dalam proses pencapaiannya. Artinya, hal tersebut mengisyaratkan sebuah proses perjuangan yang amat berat untuk bisa menyandang predikat seagung itu. Sebab didalam hidup manusia selalu dihadapkan pada dua tantangan moral yang saling mengalahkan satu sama lain. Karena itu, kualitas sebaliknya yaitu buruk, salah, dan jelek selalu menjadi batu sandungan bagi manusia untuk meraih prestasi sebagai manusia berkualitas mutaqqin di atas.
Gambaran al-Qur’an tentang kualitas dan hakikat manusia di atas megingatkan kita pada teorisuperego yang dikemukakan oleh sigmund Freud, seorang ahli psikoanalisa kenamaan yang pendapatnya banyak dijadika rujukan tatkala orang berbicara tentang kualitas jiwa manusia.
Menurut Freud, superego selalu mendampingi ego. Jika ego yang mempunyai berbagai tenaga pendorong yang sangat kuat dan vital (libido bitalis), sehingga penyaluran dorongan ego (nafsu lawwamah/nafsu buruk) tidak mudah menempuh jalan melalui superego (nafsu muthmainnah/nafsu baik). Karena superego (nafsu muthmainnah) berfungsi sebagai badan sensor atau pengendali ego manusia.Sebaliknya, superego pun sewaktu-waktu bisa memberikan justifikasi terhadap ego manakala instink, intuisi, dan intelegensi –ditambah dengan petunjuk wahyu bagi orang beragama– bekerja secara matang dan integral. Artinya superego bisa memberikan pembenaran pada ego manakala ego bekerja ke arah yang positif. Ego yang liar dan tak terkendali adalah ego yang negatif, ego yang merusak kualitas dan hakikat manusia itu sendiri. Manusia terdiri dari sekumpulan organ tubuh, zat kimia, dan unsur biologis yang semuanya itu terdiri dari zat dan materi Secara Spiritual manusia adalah roh atau jiwa. Secara Dualisme manusia terdiri dari dua subtansi, yaitu jasmani dann ruhani (Jasad dan roh). Potensi dasar manusia menurut jasmani ialah kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, di darat, laut maupun udara. Dan jika dari Ruhani, manusia mempunyai akal dan hati untuk berfikir (kognitif), rasa (affektif), dan perilaku (psikomotorik). Manusia diciptakan dengan untuk mempunyai kecerdasan.
B.  Pengertian Agama
1.    Arti Agama
Dari segi Istilah mempunyai 2 macam pengertian yaitu pengertian secara asal usul kata (etimologi) dan pengertian secara istilah (terminologi).
Pengertian Agama menurut bahasa ada dua macam :
a. Agama berasal dari bahasa sansekerta yang diartikan dengan : haluan, peraturan, jalan, atau kebaktian kepada Tuhan.
b. Pendapat lain mengatakan : bahwa Agama itu sebenarnya terdiri dari dua buah perkataan yaitu “A” berarti tidak dan “GAMA” berarti kacau balau, tidak teratur jadi Agama berarti : tidak kacau balau yang berarti teratur.
Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hidup beragama itu adalah hidup yang teratur, sesuai dengan haluan, atau jalan yang telah dilimpahkan Tuhan dan dijiwai  oleh semangat kebaktian kepada Tuhan.
Ada beberapa kata asing sinonim dengan kata agama :

a.    RELIGION yang berarti terikat, di sini dapat disimpulkan bahwa hidup beragama itu bukanlah hidup yang lepas bebas, melainkan adalah hidup yang terikat oleh norma-norma atau peraturan-peraturan.
b.    GODSDIENT berarti kepercayaan dan kebaktian kepada Tuhan. Jadi hidup beragama adalah hidup yang dilandasi oleh kepercayaan atau keimanan kepada Tuhan serta kebaktian atau pengabdian kepada-Nya.
c.    ASY-SYARIAH adalah suatu nama untuk bagian-bagian hukum (undang-undang) meliputi masa hidup pokok atau dikembalikan kepada Nash dari Al-Quran Hadits atau pun tidak.
d.   AD-DIN menurut bahasa arab yang dapat berarti :
1.        Adat kebiasaan atau tingkah laku.
2.        Taat, patuh, dan tunduk kepada Tuhan.
3.        Hukum-hukum atau peraturan-peraturan.
4.        Juga kata-kata Ad-Diin itu untuk menyebut salah satu peristiwa yang amat mengharukan/dahsyat yaitu hari kiamat/hari pembalasan.

2.    Perlunya Agama untuk Manusia
Benar manusia bisa hidup tanpa agama, sebagaimna halnya dengan makhluk-makhluk lainnya di muka bumi ini seperti khayawan. Akan tetapi kita harus menginsyafi bahwa manusia mempunyai martabat yang lebih tinggi dari makhluk-makhluk lainnya itu Manusia telah dikaruniai jasmani dan rohani yang lebih baik. Manusia telah dikaruniai akal di samping hawa nafsu yang dengan akalnya itu ia dapat menciptakan kemajuan-kemajuan dalam hidupnya. Di samping manusia dikaruniai Agama, untuk mengendalikan akal dan hawa nafsunya itu, agar manusia dapat menciptakan kehidupan yang aman dan tenteram, rukun damai, serta adil dan makmur.
Agama adalah untuk manusia-manusia yang berakal sehat. Orang-orang yang tidak berakal sehat memang tidak memerlukan agama, dan kalaupun mereka beragama namun agama itu tidak berfaedah bagi mereka.

Hidup beragama adalah sesuai dengan martabat manusia sebagai makhluk yang tertinggi. Makhluk-makhluk lainnya di bumi ini lebih rendah martabatnya, dan mereka tidak memerlukan agama. Sebab itu, orang-orang yang membenci agama, atau yang ingin menghapuskan agama-agama di muka bumi ini berarti ingin menurunkan manusia itu kepada martabat yang lebih rendah lagi hina. Padahal kita sudah dikaruniai martabat yang mulia.

Dari sekian jiwa dari jumlah penduduk di dunia ini adalah umat yang beragama. Kalau sekiranya agama itu memang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat bagi kehidupan manusia, niscaya tak akan terdapat jumlah yang begitu besar dari pemeluk-pemeluk agama dan niscaya kita tidak akan mewarisi bangunan-bangunan indah indah yang berupa pyramide-pyramide, kuil-kuil, candi-candi, gereja-gereja, dan masjid-masjid, musholla-musholla, yang berjuta-juta jumlahnya, tersebar di seluruh pelosok dunia ini. Dan niscaya juga Negara kita tak akan mengadakan suatu Departemen khusus untuk mengurusi kehidupan agama bangsa kita.

Hidup beragama adalah sesuai dengan fitrah manusia, adalah tuntutan hati nurani mereka. Sebab itu, orang-orang yang mengingkari agama adalah membohongi hati nuraninya sendiri. Hal ini dibuktikan oleh banyak peristiwa-peristiwa di mana orang-orang yang katanya anti agama, atau tidak percaya kepada adanya Tuhan, pada saat-saat mereka mengalami kesulitan atau di waktu mereka hampir mati, lalu menyebut-nyebut nama tuhan.

Sebenarnya tidak ada alasan bagi manusia  untuk  tidak mempercayai adanya Tuhan, dan untuk mengingkari agama-Nya, sebagai :
1.        Apabila kita mengaku bahwa roti tidak bisa ada orang yang membuatnya, mengapa kita tak percaya bahwa alam ini termasuk diri kita sendiri, pasti ada pula penciptanya?
2.        Apabila kita suka berterima kasih kepada seseorang yang memberi kita sepotong roti, mengapa kita tidak mau berterima kasih kepada Tuhan yang telah menciptakan semua alam ini, termasuk diri kita sendiri dan keluarga kita, serta harta kekayaan yang ada pada kita?
3.        Apabila bersedia menundukkan diri kita kepada hukum-hukum dan peraturan –peraturan yang dibuat oleh manusia, mengapa kita tidak mau tunduk dan patuh kepada hukum-hukum dan peraturan Tuhan Maha Mengetahui kepentingan-kepentingan hamba-Nya, dan Maha Pengasih kepada mereka?
Tak dapat diragukan bahwa agama telah memegang peranan penting dalam pembentukan watak dan pembinaan bangsa. Orang-orang yang masih hidup beragama dengan keyakinan yang teguh, niscaya semua ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatannya akan ditujukannya kepada kebaikan, dan ia akan menjauhi segala perkataan dan perbuatan yang tidak baik. Hal ini disebabkan karena : kepercayaan tentang :
a.         Adanya Tuhan Yang Maha Mengetahui segala perbuatan dan gerak-gerik semua makhluknya, baik yang dilakukan secara terang-terangan maupun dengan sembunyi-sembunyi.
b.        Bahwa Tuhan akan memberikan balasan di akhirat kelak atas semua perbuatan hamba-Nya yang dilakukan selagi  di dunia ini, baik atau buruk, dan  betapapun kecilnya.
c.         Semua perintah-perintah dan larangan-larangan Tuhan itu bukanlah untuk kepentingan Tuhan, melainkan untuk kepentingan manusia sendiri.
Dengan keyakinan dan kesadaran yang serupa itu ia akan mematuhi peraturan-peraturan dan hukum-hukum agama itu dengan ikhlas dan taat. Dan karena peraturan-peraturan serta hukum-hukum itu semuanya ditujukan kepada kebaikan, maka niscaya orang-orang yang menjalankannya akan mencapai kebaikan-kebaikan itu. Dengan demikian buah dari kebaikan yang telah dilakukannya itu kembali kepada dirinya sendiri dan masyarakatnya.

Beragama pada dasarnya merupakan kecenderungan manusia yang sesuai dengan instink dan fitrahnya untuk mengakui adanya kekuatan yang luar biasa di atas alam yang ada ini.

Instink itu lahir karena kekaguman manusia melihat ciptaan yang tidak bertara ini. Oleh karena itu beragama adalah tabiat atau naluri yang pertama. Pada manusia purba instink mengagumi kekuasaaan dan keagungan itu dalam bentuk mengakui banyak Tuhan dalam bentuk pengakuannya bahwa tiap-tiap sesuatu ada yang menguasainya, ada penguasa angin, penguasa air, dan ada penguasa setiap gerak pada diri manusia yang memberi manfaat pada dirinya atau menimbulkan kemelaratan dan kerusakan dalam alam ini.

Pada hakikatnya umat manusia itu di dalam hidupnya selalu diliputi oleh dua hal yang sangat dominan yaitu : Harapan dan kecemasan. Di samping itu kekaguman manusia atas segala proses yang terjadi di alam ini, pergantian siang dengan malam, timbulnya panas dan dingin, berpasang-pasangannya makhluk, dan berbeda-bedanya bentuk manusia sekalipun berasal dari ibu bapak yang sama.

Agama merupakan jawaban terhadap kebutuhan akan rasa aman, terutama pada hati manusia. Banyak umat manusia yang telah merasa menemukan agama/jalan hidupnya sesuai dengan keyakinannya sendiri-sendiri, sedangkan yang sebenarnya hanya agama Islam-lah yang akan benar-benar membeerikan rasa aman, dan memberikan harapan-harapan yang nyata, baik untuk kehidupan di dunia maupun di alam baka.[1]

Agama merupakn tuntunan hidup yang dapat membebaskan manusia dari kekacauan. Agama dalam islam adalah cara hdiup, cara berfikir, berdialogi dan bertindak. Agama meliputi sistem_sistem politik, ekonomi, sosial, undang_undang dan ketatanegaraan. Agama berperan dalam membentuk pribadi insan kamil disamping juga membentuk masyrakat yang ideal.
Orang yang beragama lazimnya memiliki keyakinan terhadap Tuhan yang mengatur kelangsungan hidup, berupa aturan-aturan langit yang diyakni untuk dijalankan oleh segenap penganutnya. Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa agama menawarkan solusi atas problem psikologis manusia. Persoalan yang dihadapi psikologis manusia, agama kemudian menjadi terapi, sehingga problem-problem terselesaikan. Orang yang beragama atau meyakini sepenuhnya ajaran agama yang dainutnya mutlak benar, maka perilakunya secara psikologis terdeskripsi bahwa ia adalah pengamal agama yang baik. Meskipun fenomenalnya, masih ada sebagian kecil personal yang bertentangan antara amalan agama dengan perilaku sosialnya. 

Argumen  bahwa orang yang beragama tidak selalu berperilaku baik adalah benar. Faktor penyebab perilaku tidak menjadi cerminan keberagamaan seseorang, dapat saja ditimbulkan oleh faktor kejiwaan, factor social, factor budaya, atau faktor lingkungan lain yang turut memberi pengaruh.1

Frued mencoba menjelaskan bahwa agama adalah reaksi manusia atas ketakutannya sendiri. Agama dalam ciri psikologisnya adalah sebuah ilusi, yakni kepercayaan yang dasar utamnya adalah angan-angan. Manusia lari kepadaagama disebabkan oleh ketidakberdayaannya menghadapi bencana ataupun musibah. Ini artinya bahwa manusia perlu agama untuk menghindarkan diri dari rasa takut ataupun bahaya. Semakin manusia melakukan kesalahan, semakin dihantui oleh rasa takut akan ancaman dan cobaan yang datang dari keyakinan terhadap sesuatu yang dipandangnya sakral dari agama yang dianutnya.

Secara spekulasif sebagian orang beranggapan  bahwa agama adalah respons terhadap kebutuhan-kebutuhan yang tidak sepenuhnya terpenuhi. Pernyataan diatas belum dapat dikatakan benar, namun setidaknya ada gambaran bahwa orang memerlukan agama untuk memperoleh rasa nyaman, aman, damai, dan terbebas dari mara bahaya. Keinginan orang terhadap rasa nyaman,aman, damai, dan terhindar  dari bahaya-bahaya dalam kehidupan  adalah suatu keniscayaan yang harus konkrit  dalam dimensi psikologis. Apabila semua itu tidak realistis, orang merasakan ada sesuatu yang hilang, sehingga dapat menimbulkan kegalauan, stress, depresi.

Individu yang beragama, seyogyanya berperilaku layaknya seorang hamba Tuhan dengan meninggalkan perbuatAn-perbuatan pelanggaran untuk kemudian menunaikan kewajiban-kewajiban yang mendatangkan kemaslahatan bagi dirinya dan lingkungannya. Karena agama sesungguhnya adalah seperangkat aturan yang membantu umat menjalani kehidupan yang baik, sesuai kodrat kemanusiaannya yang menolak kenistaan dan menemukan kehidupan sejati lahir dan batin. 

Agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta. Agama dapat membangkitkan kebahgiaan batin yang paling sempurna, dan juga perasaan takut dan ngeri. Meskipun perhatian kita tertuju sepenuhnya kepada adanya suatu dunia yang tidak dapat dilihat (akhirat), namun agama juga melibatkan dirinya dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari di dunia ini. Agama senantiasa dipakai untuk menanamkan keyakinan baru ke dalam hati sanubari terhadap alam ghaib dan surge-surga telah didirikan di alam tersebut. Namun demikian agama juga berfungsi melepaskan belenggu-belenggu adat atau kepercayaan manusia yang usang.

Agama memberi lambang-lambang kepada manusia, dengan lambang-lambang tersebut mereka dapat mengungkapkan hal-hal yang susah diungkapkan, meskipun hakikat pengalaman keagamaan selamanya tidak dapat diungkapakan. Ide tentang Tuhan telah membantu memberi semangat kepada manusia dalam menjalankan tugas-tugasnya sehari-hari, menerima nasibnya yang tidak baik, atau bahkan berusaha mengatasi kesukaran-kesukaran yang banyak dan berusaha mengakhirinya. 

Bagi orang-orang yang hidup dalam masyarakat macam apa pun, konsepsi tentang agama merupakan bagian tak terpisahkan dari pandangan hidup mereka dan sangat diwarnai oleh perasaan mereka yang khas terhadap apa yang dianggap sakral. Dikalangan masyarakat Barat, agama terjalin erat dengan cita-cita yang sangat kita dambakan, denagn kepecayaan kepada Tuhan Allah (Bapak), Yesus Kristus Sang Putra, dan kepada nasib manusia yang sangat berherga dan luhur. Tetapi agama dalam pengertian umum tidak dapat disamakan dengan pengertian kita sendiri atau bahkan dengan pola pemikiran manapun.

Agama yang dianut manusia, tidak seperti perekonomiannya, tidak dapt diambil dari salah satu anugrah yang dimiliki bersama dengan binatang-binatang lainnya.[2]

C.      Hubungan Agama Dan Manusia
Kondisi umat islam dimasa ini semakin diperparah dengan merebaknya fenomena kehidupan yang dapat menumbuh kembangkan sikap dan prilaku yang tidak bermoral atau degradasi nilai-nilai keimanannya. Fenomena yang cukup berpengaruh itu adalah :
1.  Tayangan media televisi tentang cerita yang bersifat tahayul atau kemusrikan, dan film-film yang berbau porno.
2.  Majalah atau tabloid yang covernya menampilkan para model yang mengubar  aurat.
3.  Krisis ketauladanan dari para pemimpin, karena tidak sedikit dari mereka itu justru berprilaku yang menyimpang dari nilai-nilai agama.
4. Krisis silaturahmi antara umat islam, mereka masih cenderung mengedepankan      kepentingan kelompoknya (partai atau organisasi) masing-masing.
Sosok pribadi orang islam seperti di atas sudah barang tentu tidak menguntungkan bagi umat itu sendiri, terutama bagi kemulaian agama islam sebagai agama yang mulia dan tidak ada yang lebih mulia di atasnya. Kondisi umat islam seperti inilah yang akan menghambat kenajuan umat islam dan bahkan dapat memporakporandakan ikatan ukuwah umat islam itu sendiri. Agar umat islam bisa bangkit menjadi umat yang mampu menwujudkan misi “Rahmatan lil’alamin” maka seyogyanya mereka memiliki pemahaman secara utuh (Khafah) tentang islam itu sendiri umat islam tidak hanya memiliki kekuatan dalam bidang imtaq (iman dan takwa) tetapi juga dalam bidang iptek (ilmu dan teknologi).

Mereka diharapkan mampu mengintegrasikan antara pengamalan ibadah ritual dengan makna esensial ibadah itu sendiri yang dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti : pengendalian diri, sabar, amanah, jujur, sikap altruis, sikap toleran dan saling menghormatai tidak suka menyakiti atau menghujat orang lain. Dapat juga dikatakan bahwa umat islam harus mampu menyatu padukan antara nilai-nilai ibadah mahdlah (hablumminalaah) dengan ibadah ghair mahdlah (hamlumminanas) dalam rangka membangun “Baldatun thaibatun warabun ghafur” Negara yang subur makmur dan penuh pengampunan Allah SWT.

Agama sangat penting dalam kehidupan manusia antara lain karena agama merupakan : a. sumber moral, b. petunjuk kebenaran, c. sumber informasi tentang masalah metafisika, dan d. bimbingan rohani bagi manusia, baik di kala suka maupun duka.
a.   Agama Sumber moral
Dapat disimpulkan, bahwa pentingnya agama dalam kehidupan disebabkan oleh sangat diperlukannya moral oleh manusia, padahal moral bersumber dari agama. Agama menjadi sumber moral, karena agama mengajarkan iman kepada Tuhan dan kehidupan akhirat, serta karena adanya perintah dan larangan dalam agama.
b.  Agama Petunjuk Kebenaran
Sekarang bagaimana manusia mesti mencapai kebenaran? Sebagai jawaban atas pertanyaan ini Allah SWT telah mengutus para Nabi dan Rasul di berbagai masa dan tempat, sejak Nabi pertama yaitu Adam sampai dengan Nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW. Para nabi dan Rasul ini diberi wahyu atau agama untuk disampaikan kepada manusia. Wahyu atau agama inilah agama Islam, dan ini pula sesungguhnya kebenaran yang dicari-cari oleh manusia sejak dulu kala, yaitu kebenaran yang mutlak dan universal. Dapat disimpulkan, bahwa agama sangat penting dalam kehidupan karena kebenaran yang gagal dicari-carioleh manusia sejak dulu kala dengan ilmu dan filsafatnya, ternyata apa yang dicarinya itu terdapat dalam agama. Agama adalah petunjuk kebenaran. Bahkan agama itulah kebenaran, yaitu kebenaran yang mutlak dan universal.
c.   Agama Sumber Informasi Metafisika
Sesungguhnya persoalan metafisika sudah masuk wilayah agama tau iman, dan hanya Allah saja yang mengetahuinya. Dan Allah Yang Maha Mengetahui perkara yang gaib ini dalam batas-batas yang dianggap perlu telah menerangkan perkara yang gaib tersebut melalui wahyu atau agama-Nya. Dengan demikian agama adalah sumber infromasi tentang metafisika, dan karena itu pula hanya dengan agama manusia dapat mengetahui persoalan metafisika. Dengan agamalah dapat diketahui hal-hal yang berkaitan dengan alam barzah, alam akhirat, surga dan neraka, Tuhan dan sifat-sifat-Nya, dan hal-hal gaib lainnya. Dapat disimpulkan bahwa agama sangat penting bagi manusia (dan karena itu sangat dibutuhkan), karena manusia dengan akal, dengan ilmu atau filsafatnya tidak sanggup menyingkap rahasia metafisika. Hal itu hanya dapat diketahui dengan agama, sebab agama adalah sumber informasi tentang metafisika.
d.  Agama pembimbing rohani bagi manusia
Dengan sabdanya ini Nabi mengajarkan, hendaknya orang beriman bersyukur kepada Allah pada waktu memperoleh sesuatu yang menggembirakan dan tabah atau sabar pada waktu ditimpa sesuatu yang menyedihkan. Bersyukur di kala sukadan sabar di kala duka inilah sikap mental yang hendaknya selalu dimiliki oleh orang beriman. Dengan begitu hidup orang beriman selalu stabil, tidak ada goncangan-goncangan, bahkan tenteram dan bahagia, inilah hal yang menakjubkan dari orang beriman seperti yang dikatakan oleh Nabi. Keadaan hidup seluruhnya serba baik.Bagaiman tidak serba baik, kalau di kala suka orang beriman itu bersyukur, padahal “ Jika engkau bersyukur akan Aku tambahi” , kata Allah sendiri berjanji (Ibrahim ayat 7). Sebaliknya, orang beriman tabah atau sabar di kala duka, padahal dengan tabah di kala duka ia memperoleh berbagai keutamaan, seperti pengampunan dari dosa-dosanya(H.R Bukhari dan Muslim), atau bahkan mendapat surga (H.R Bukhari), dan sebagainya. Bahkan ada pula keuntungan lain sebagai akibat dari kepatuhan menjalankan agama, seperti yang dikatakan oleh seorang psikiater, Dr. A.A. Brill, “Setiap orang yang betul-betul menjalankan agama, tidak bisa terkena penyakit syaraf. Yaitu penyakit karena gelisah rsau yang terus-menerus.
D.  Agama Sebagai Petunjuk Tata Sosial
Rasulullah SAW bersabda : “Innamaa bu’itstu liutammima akhlaaq” Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. Yang bertanggung jawab terhadap pendidikan akhlak adalah orang tua, guru, ustad, kiai, dan para pemimpin masyarakat.  Pendidikan akhlak ini sangat penting karena menyangkut sikap dan prilaku yang musti di tampilkan oleh seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari baik personal maupun sosial (keluarga, sekolah, kantor, dan masyarakat yang lebih luas). Akhlak yang terpuji sangat penting dimiliki oleh setiap muslim (masyarakat sebab maju mumdurnya suatu bangsa atau Negara amat tergantung kepada akhlak tersebut. Untuk mencapai maksud tersebut maka perlu adanya kerja sama yang sinerji dari berbagai pihak dalam menumbuhkembangkan akhlak mulya dan menghancur leburkan faktor-faktor penyebab maraknya akhlak yang buruk.

Kami di sini tidak mampu mengisyaratkan berbagai pemikiran klasik. Tetapi, kami akan menerangkan hal-hal yang berhubungan dengan pemikiran klasik menurut pendapat kami. Pada masa datangnya budaya Islam, turunnya kitab-kitab suci dan diutusnya para Rasul yang mengantarkan manusia menuju jalan kesempurnaan. Hal ini sangatlah jelas, bahwa agama adalah petunjuk Tuhan Yang Penyayang dan Pemberi Hidayat kepada manusia hingga menyampaikan manusia pada kesempurnaan yang diinginkan. Tujuan agama adalah memberikan petunjuk pada manusia, sehingga dengan kekuatan petunjuk agama akan menyampaikannya menuju ke-haribaan Ilahi. Jika demikian, maka agama adalah perantara dalam membantu tugas manusia untuk merealisasikan tujuan mulianya. Dengan dasar ini, tidaklah mungkin digambarkan bahwa bagaimana mungkin ketika agama muncul manusia menjadikan tebusan dan pengorbanan pada dirinya. Jika seandainya manusia tidak berpegang pada prinsip agama, tidak menjadikan kesempurnaan kekuatan ruh agama. Maka tidak akan menyampaikannya ke tujuan agama. Jika manusia tanpa memperdulikan petunjuk agama dan agama hanya sebagai identitas lahirnya akan menjerumuskannya ke jurang kehancuran, dan yang pantas di sebut atheis.

Dalam pandangan Islam yang murni, agama sebagai jalan kebenaran dan keselamatan. Agama sebagai jalan menyampaikan pada tujuan dan kesempurnaan realitas wujud yang paling tinggi. Agama sebagai rantai dan penyambung antara Alam Malaikat dan Alam Malakut. Agama datang, hingga menjadikan manusia yang berasal dari kedalaman tanah menuju ke singgasana langit. Agama sebagai pengobat rasa takut kita. Agama sebagai pelindung terhadap berbagai kesulitan yang mendasar dari alam natural. Agama adalah bagian penting dari kehidupan manusia. Agama yang merubah ketakutan akan mati pada manusia menjadikannya sebagai sebuah harapan kehidupan yang abadi.[3]















BAB III
PENUTUP

Simpulan
            Manusia hakikatnya adalah makhluk biologis, psikolsogi dan sosial yang memiliki dua predikat statusnya dihadapan Allah sebagai Hamba Allah dan fungsinya didunia sebagai khalifahAllah), mengantur alam dan mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan kehidupan manusia itu sendiri dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh kepada sunnatullah. Rasa agama dan perilaku keagamaan (agama dan kehidupan beragama) merupakan pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan “fitrah” manusia.














DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Abu, 1991, PERBANDINGAN AGAMA, Jakarta : Rinaka Cipta. cet 17
Nothingham Elizabeth K, 1997,  Agama dan Masyarakat, Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada , cet 7

Suwardisagama94.blogspot.com







[1] Abu Ahmadi, PERBANDINGAN AGAMA, (Jakarta : Rinaka Cipta, Jakarta 1991).cet 17


[2]Elizabeth K. Nothingham, Agama dan Masyarakat (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada 1997) cet 7
[3] Suwardisagama94.blogspot.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar