BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Agama telah memberikan penjelasan bahwa manusia merupakan makhluk
yang memiliki potensi untuk berakhlak baik (takwa) atau buruk ( fujur) potensi
fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia yang terkait dengan aspek
instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan dan minum. Apabila
potensi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan),
maka perilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena
didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif
(seperti mencuri, membunuh, mencuri ) dll.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa itu Agama?
2.
Bagaimana Hubungan
Manusia dengan Agama?
3.
Apa yang
diamksud Dengan Agama Sebagai Petunjuk Tata sosial Manusia?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini iyalah untuk mengetahui
pengertian agama, dan untuk mengetahui hubungan agama dengan manusia, dan untuk
mengetahui bahwa agama adalah pedoman tata sosial manusia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manusia
Quraish Shihab mengutip dari Alexis Carrel dalam “Man the Unknown”,
bahwa banyak kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat manusia, karena
keterbatasan-keterbatasan manusia sendiri. Istilah kunci yang digunakan
Al-Qur’an untuk menunjuk pada pengertian manusia menggunakan kata-kata basyar,
al-insan, dan ann-nas. Kata basyar disebut dalam Al-Qur’an 27 kali. Kata basyar
menunjuk pada pengertian manusia sebagai makhluk biologis (QS Ali ‘Imran 3:47)
tegasnya memberi pengertian kepada sifat biologis manusia, seperti makan,
minum, hubungan seksual dan lain-lain.
Kata al-insan dituturkan sampai 65 kali dalamAl-Qur’an yang dapat
dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama al-insan dihubungkan dengan khalifah
sebagai penanggung amanah (QS Al-Ahzab 3:72), kedua al-insan dihubungankan
dengan predisposisi negatif dalam diri manusia misalnya sifat keluh kesah,
kikir (QS Al-Ma’arij 70:19-21) dan ketiga al-insan dihubungkan dengan proses
penciptaannya yang terdiri dari unsur materi dan nonmateri (QS Al-Hijr 15:28-29).
Semua konteksal-insan ini menunjuk pada sifat-sifat manusia psikologis dan
spiritual. Kata an-nas yang disebut sebanyak 240 dalam Al-Qur’an mengacu kepada
manusia sebagai makhluk sosial dengan karateristik tertentu misalnya mereka
mengaku beriman padahal sebenarnya tidak (QS Al-Baqarah 2:8)
Dari uraian ketiga makna untuk manusia tersebut, dapat disimpulkan
bahwa manusia adalah mahkluk biologis, psikologis dan sosial. Ketiganya harus
dikembangkan dan diperhatikan hak maupun kewajibannya secara seimbang dan
selalu berada dalam hukum-hukum yang berlaku (sunnatullah).
1.
Tujuan
Penciptaan Manusia
Kata “Abdi” berasal dari kata bahasa Arab yang artinya
memperhambakan diri, ibadah (mengabdi/memperhambakan diri). Manusia diciptakan
oleh Allah agar ia beribadah kepada-Nya. Pengertian ibadah di sini tidak
sesempit pengertian ibadah yang dianut oleh masyarakat pada umumnya, yakni
kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji tetapi seluas pengertian yang
dikandung oleh kata memperhambakan dirinya sebagai hamba Allah. Berbuat sesuai dengan kehendak dan
kesukaann (ridha) Nya dan menjauhi apa yang menjadi larangan-Nya.
2.
Fungsi
dan Kedudukan Manusia
Sebagai orang yang beriman kepada Allah, segala pernyataan yang
keluar dari mulut tentunya dapat tersingkap dengan jelas dan lugas lewat kitab
suci Al-Qur’an sebagai satu kitab yang abadi. Dia menjelaskan bahwa Allah
menjadikan manusia itu agar ia menjadi khalifah (pemimpin) di atas bumi ini dan
kedudukan ini sudah tampak jelas pada diri Adam (QS Al-An’am 6:165 dan QS
Al-Baqarah 2:30) di sisi Allah menganugerahkan kepada manusia segala yang ada
dibumi, semula itu untuk kepentingan manusia (ia menciptakan untukmu seluruh
apa yang ada dibumi ini. QS Al-Baqarah 2:29). Maka sebagai tanggung jawab
kekhalifahan dan tugas utama umat manusia sebagai makhluk Allah, ia harus
selalu menghambakan dirinya kepada Allah Swt.
Untuk mempertahankan posisi manusia tersebut, Tuhan menjadikan alam
ini lebih rendah martabatnya daripada
manusia. Oleh karena itu, manusia diarahkan Tuhan agar tidak tunduk
kepada alam, gejala alam (QS Al-Jatsiah 45:13) melainkan hanya tunduk
kepada-Nya saja sebagai hamba Allah (QS Al-Dzarait 51:56). Manusia harus
menaklukanya, dengan kata lain manusia harus membebaskan dirinya dari
mensakralkan atau menuhankan alam.
Jadi dari uraian tersebut diatas bisa ditarik kesimpulan secara
singkat bahwa manusia hakikatnya adalah makhluk biologis, psikolsogi dan sosial
yang memiliki dua predikat statusnya dihadapan Allah sebagai Hamba Allah (QS
Al-Dzarait 51:56) dan fungsinya didunia sebagaikhalifah Allah (QS Al-Baqarah
2:30); al-An’am 6:165), mengantur alam dan mengelolanya untuk mencapai
kesejahteraan kehidupan manusia itu sendiri dalam masyarakat dengan tetap
tunduk dan patuh kepada sunnatullah.
3. Hakekat Manusia Menurut Al-Qur’an
Al-Qur’an memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan
mulia, bukan sebagai manusia yang kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang menimpa
Nabi Adam sebagai cikal bakal manusia, yang melakukan dosa dengan melanggar
larangan Tuhan, mengakibatkan Adam dan istrinya diturunkan dari surga, tidak
bisa dijadikan argumen bahwa manusia pada hakikatnya adalah pembawa dosa
turunan. Al-Quran justru memuliakan manusia sebagai makhluk surgawi yang sedang
dalam perjalanan menuju suatu kehidupan spiritual yang suci dan abadi di negeri
akhirat, meski dia harus melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa saat
melakukan kesalahan di dalam hidupnya di dunia ini. Bahkan manusia diisyaratkan
sebagai makhluk spiritual yang sifat aslinya adalah berpembawaan baik (positif,
haniif).
Karena itu, kualitas, hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah
baik, benar, dan indah. Tidak ada makhluk di dunia ini yang memiliki kualitas
dan kesejatian semulia itu . Sungguhpun demikian, harus diakui bahwa kualitas
dan hakikat baik benar dan indah itu selalu mengisyaratkan dilema-dilema dalam
proses pencapaiannya. Artinya, hal tersebut mengisyaratkan sebuah proses
perjuangan yang amat berat untuk bisa menyandang predikat seagung itu. Sebab
didalam hidup manusia selalu dihadapkan pada dua tantangan moral yang saling
mengalahkan satu sama lain. Karena itu, kualitas sebaliknya yaitu buruk, salah,
dan jelek selalu menjadi batu sandungan bagi manusia untuk meraih prestasi
sebagai manusia berkualitas mutaqqin di atas.
Gambaran al-Qur’an tentang kualitas dan hakikat manusia di atas
megingatkan kita pada teorisuperego yang dikemukakan oleh sigmund Freud,
seorang ahli psikoanalisa kenamaan yang pendapatnya banyak dijadika rujukan
tatkala orang berbicara tentang kualitas jiwa manusia.
Menurut Freud, superego selalu mendampingi ego. Jika ego yang
mempunyai berbagai tenaga pendorong yang sangat kuat dan vital (libido
bitalis), sehingga penyaluran dorongan ego (nafsu lawwamah/nafsu buruk) tidak
mudah menempuh jalan melalui superego (nafsu muthmainnah/nafsu baik). Karena
superego (nafsu muthmainnah) berfungsi sebagai badan sensor atau pengendali ego
manusia.Sebaliknya, superego pun sewaktu-waktu bisa memberikan justifikasi
terhadap ego manakala instink, intuisi, dan intelegensi –ditambah dengan
petunjuk wahyu bagi orang beragama– bekerja secara matang dan integral. Artinya
superego bisa memberikan pembenaran pada ego manakala ego bekerja ke arah yang
positif. Ego yang liar dan tak terkendali adalah ego yang negatif, ego yang
merusak kualitas dan hakikat manusia itu sendiri. Manusia terdiri dari
sekumpulan organ tubuh, zat kimia, dan unsur biologis yang semuanya itu terdiri
dari zat dan materi Secara Spiritual manusia adalah roh atau jiwa. Secara
Dualisme manusia terdiri dari dua subtansi, yaitu jasmani dann ruhani (Jasad
dan roh). Potensi dasar manusia menurut jasmani ialah kemampuan untuk bergerak
dalam ruang yang bagaimanapun, di darat, laut maupun udara. Dan jika dari
Ruhani, manusia mempunyai akal dan hati untuk berfikir (kognitif), rasa (affektif),
dan perilaku (psikomotorik). Manusia diciptakan dengan untuk mempunyai
kecerdasan.
B.
Pengertian Agama
1.
Arti Agama
Dari
segi Istilah mempunyai 2 macam pengertian yaitu pengertian secara asal usul
kata (etimologi) dan pengertian secara istilah (terminologi).
Pengertian
Agama menurut bahasa ada dua macam :
a. Agama berasal dari bahasa sansekerta yang diartikan dengan :
haluan, peraturan, jalan, atau kebaktian kepada Tuhan.
b. Pendapat lain mengatakan : bahwa Agama itu sebenarnya terdiri
dari dua buah perkataan yaitu “A” berarti tidak dan “GAMA” berarti kacau balau,
tidak teratur jadi Agama berarti : tidak kacau balau yang berarti teratur.
Dari
kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hidup beragama itu adalah
hidup yang teratur, sesuai dengan haluan, atau jalan yang telah dilimpahkan
Tuhan dan dijiwai oleh semangat
kebaktian kepada Tuhan.
Ada beberapa
kata asing sinonim dengan kata agama :
a.
RELIGION yang
berarti terikat, di sini dapat disimpulkan bahwa hidup beragama itu bukanlah
hidup yang lepas bebas, melainkan adalah hidup yang terikat oleh norma-norma
atau peraturan-peraturan.
b.
GODSDIENT
berarti kepercayaan dan kebaktian kepada Tuhan. Jadi hidup beragama adalah
hidup yang dilandasi oleh kepercayaan atau keimanan kepada Tuhan serta
kebaktian atau pengabdian kepada-Nya.
c.
ASY-SYARIAH
adalah suatu nama untuk bagian-bagian hukum (undang-undang) meliputi masa hidup
pokok atau dikembalikan kepada Nash dari Al-Quran Hadits atau pun tidak.
d.
AD-DIN menurut
bahasa arab yang dapat berarti :
1.
Adat kebiasaan
atau tingkah laku.
2.
Taat, patuh,
dan tunduk kepada Tuhan.
3.
Hukum-hukum
atau peraturan-peraturan.
4.
Juga kata-kata
Ad-Diin itu untuk menyebut salah satu peristiwa yang amat mengharukan/dahsyat
yaitu hari kiamat/hari pembalasan.
2.
Perlunya Agama
untuk Manusia
Benar
manusia bisa hidup tanpa agama, sebagaimna halnya dengan makhluk-makhluk
lainnya di muka bumi ini seperti khayawan. Akan tetapi kita harus menginsyafi
bahwa manusia mempunyai martabat yang lebih tinggi dari makhluk-makhluk lainnya
itu Manusia telah dikaruniai jasmani dan rohani yang lebih baik. Manusia telah
dikaruniai akal di samping hawa nafsu yang dengan akalnya itu ia dapat
menciptakan kemajuan-kemajuan dalam hidupnya. Di samping manusia dikaruniai
Agama, untuk mengendalikan akal dan hawa nafsunya itu, agar manusia dapat
menciptakan kehidupan yang aman dan tenteram, rukun damai, serta adil dan
makmur.
Agama adalah
untuk manusia-manusia yang berakal sehat. Orang-orang yang tidak berakal sehat
memang tidak memerlukan agama, dan kalaupun mereka beragama namun agama itu
tidak berfaedah bagi mereka.
Hidup
beragama adalah sesuai dengan martabat manusia sebagai makhluk yang tertinggi.
Makhluk-makhluk lainnya di bumi ini lebih rendah martabatnya, dan mereka tidak
memerlukan agama. Sebab itu, orang-orang yang membenci agama, atau yang ingin
menghapuskan agama-agama di muka bumi ini berarti ingin menurunkan manusia itu
kepada martabat yang lebih rendah lagi hina. Padahal kita sudah dikaruniai
martabat yang mulia.
Dari
sekian jiwa dari jumlah penduduk di dunia ini adalah umat yang beragama. Kalau
sekiranya agama itu memang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat bagi kehidupan
manusia, niscaya tak akan terdapat jumlah yang begitu besar dari
pemeluk-pemeluk agama dan niscaya kita tidak akan mewarisi bangunan-bangunan
indah indah yang berupa pyramide-pyramide, kuil-kuil, candi-candi,
gereja-gereja, dan masjid-masjid, musholla-musholla, yang berjuta-juta
jumlahnya, tersebar di seluruh pelosok dunia ini. Dan niscaya juga Negara kita
tak akan mengadakan suatu Departemen khusus untuk mengurusi kehidupan agama
bangsa kita.
Hidup
beragama adalah sesuai dengan fitrah manusia, adalah tuntutan hati nurani
mereka. Sebab itu, orang-orang yang mengingkari agama adalah membohongi hati
nuraninya sendiri. Hal ini dibuktikan oleh banyak peristiwa-peristiwa di mana
orang-orang yang katanya anti agama, atau tidak percaya kepada adanya Tuhan,
pada saat-saat mereka mengalami kesulitan atau di waktu mereka hampir mati,
lalu menyebut-nyebut nama tuhan.
Sebenarnya
tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak mempercayai adanya Tuhan, dan untuk
mengingkari agama-Nya, sebagai :
1.
Apabila kita
mengaku bahwa roti tidak bisa ada orang yang membuatnya, mengapa kita tak
percaya bahwa alam ini termasuk diri kita sendiri, pasti ada pula penciptanya?
2.
Apabila kita
suka berterima kasih kepada seseorang yang memberi kita sepotong roti, mengapa
kita tidak mau berterima kasih kepada Tuhan yang telah menciptakan semua alam
ini, termasuk diri kita sendiri dan keluarga kita, serta harta kekayaan yang
ada pada kita?
3.
Apabila
bersedia menundukkan diri kita kepada hukum-hukum dan peraturan –peraturan yang
dibuat oleh manusia, mengapa kita tidak mau tunduk dan patuh kepada hukum-hukum
dan peraturan Tuhan Maha Mengetahui kepentingan-kepentingan hamba-Nya, dan Maha
Pengasih kepada mereka?
Tak dapat diragukan bahwa agama telah memegang peranan penting
dalam pembentukan watak dan pembinaan bangsa. Orang-orang yang masih hidup
beragama dengan keyakinan yang teguh, niscaya semua ucapan-ucapan dan
perbuatan-perbuatannya akan ditujukannya kepada kebaikan, dan ia akan menjauhi
segala perkataan dan perbuatan yang tidak baik. Hal ini disebabkan karena :
kepercayaan tentang :
a.
Adanya Tuhan
Yang Maha Mengetahui segala perbuatan dan gerak-gerik semua makhluknya, baik
yang dilakukan secara terang-terangan maupun dengan sembunyi-sembunyi.
b.
Bahwa Tuhan
akan memberikan balasan di akhirat kelak atas semua perbuatan hamba-Nya yang
dilakukan selagi di dunia ini, baik atau
buruk, dan betapapun kecilnya.
c.
Semua
perintah-perintah dan larangan-larangan Tuhan itu bukanlah untuk kepentingan
Tuhan, melainkan untuk kepentingan manusia sendiri.
Dengan
keyakinan dan kesadaran yang serupa itu ia akan mematuhi peraturan-peraturan
dan hukum-hukum agama itu dengan ikhlas dan taat. Dan karena peraturan-peraturan
serta hukum-hukum itu semuanya ditujukan kepada kebaikan, maka niscaya
orang-orang yang menjalankannya akan mencapai kebaikan-kebaikan itu. Dengan
demikian buah dari kebaikan yang telah dilakukannya itu kembali kepada dirinya
sendiri dan masyarakatnya.
Beragama
pada dasarnya merupakan kecenderungan manusia yang sesuai dengan instink dan
fitrahnya untuk mengakui adanya kekuatan yang luar biasa di atas alam yang ada
ini.
Instink
itu lahir karena kekaguman manusia melihat ciptaan yang tidak bertara ini. Oleh
karena itu beragama adalah tabiat atau naluri yang pertama. Pada manusia purba
instink mengagumi kekuasaaan dan keagungan itu dalam bentuk mengakui banyak
Tuhan dalam bentuk pengakuannya bahwa tiap-tiap sesuatu ada yang menguasainya,
ada penguasa angin, penguasa air, dan ada penguasa setiap gerak pada diri
manusia yang memberi manfaat pada dirinya atau menimbulkan kemelaratan dan
kerusakan dalam alam ini.
Pada
hakikatnya umat manusia itu di dalam hidupnya selalu diliputi oleh dua hal yang
sangat dominan yaitu : Harapan dan kecemasan. Di samping itu kekaguman manusia
atas segala proses yang terjadi di alam ini, pergantian siang dengan malam,
timbulnya panas dan dingin, berpasang-pasangannya makhluk, dan berbeda-bedanya
bentuk manusia sekalipun berasal dari ibu bapak yang sama.
Agama
merupakan jawaban terhadap kebutuhan akan rasa aman, terutama pada hati
manusia. Banyak umat manusia yang telah merasa menemukan agama/jalan hidupnya
sesuai dengan keyakinannya sendiri-sendiri, sedangkan yang sebenarnya hanya
agama Islam-lah yang akan benar-benar membeerikan rasa aman, dan memberikan
harapan-harapan yang nyata, baik untuk kehidupan di dunia maupun di alam baka.[1]
Agama
merupakn tuntunan hidup yang dapat membebaskan manusia dari kekacauan. Agama
dalam islam adalah cara hdiup, cara berfikir, berdialogi dan bertindak. Agama
meliputi sistem_sistem politik, ekonomi, sosial, undang_undang dan
ketatanegaraan. Agama berperan dalam membentuk pribadi insan kamil disamping
juga membentuk masyrakat yang ideal.
Orang yang
beragama lazimnya memiliki keyakinan terhadap Tuhan yang mengatur kelangsungan
hidup, berupa aturan-aturan langit yang diyakni untuk dijalankan oleh segenap
penganutnya. Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa agama menawarkan
solusi atas problem psikologis manusia. Persoalan yang dihadapi psikologis
manusia, agama kemudian menjadi terapi, sehingga problem-problem terselesaikan.
Orang yang beragama atau meyakini sepenuhnya ajaran agama yang dainutnya mutlak
benar, maka perilakunya secara psikologis terdeskripsi bahwa ia adalah pengamal
agama yang baik. Meskipun fenomenalnya, masih ada sebagian kecil personal yang
bertentangan antara amalan agama dengan perilaku sosialnya.
Argumen bahwa orang yang beragama tidak selalu
berperilaku baik adalah benar. Faktor penyebab perilaku tidak menjadi cerminan
keberagamaan seseorang, dapat saja ditimbulkan oleh faktor kejiwaan, factor
social, factor budaya, atau faktor lingkungan lain yang turut memberi
pengaruh.1
Frued mencoba
menjelaskan bahwa agama adalah reaksi manusia atas ketakutannya sendiri. Agama
dalam ciri psikologisnya adalah sebuah ilusi, yakni kepercayaan yang dasar
utamnya adalah angan-angan. Manusia lari kepadaagama disebabkan oleh
ketidakberdayaannya menghadapi bencana ataupun musibah. Ini artinya bahwa
manusia perlu agama untuk menghindarkan diri dari rasa takut ataupun bahaya.
Semakin manusia melakukan kesalahan, semakin dihantui oleh rasa takut akan
ancaman dan cobaan yang datang dari keyakinan terhadap sesuatu yang
dipandangnya sakral dari agama yang dianutnya.
Secara
spekulasif sebagian orang beranggapan
bahwa agama adalah respons terhadap kebutuhan-kebutuhan yang tidak
sepenuhnya terpenuhi. Pernyataan diatas belum dapat dikatakan benar, namun
setidaknya ada gambaran bahwa orang memerlukan agama untuk memperoleh rasa
nyaman, aman, damai, dan terbebas dari mara bahaya. Keinginan orang terhadap
rasa nyaman,aman, damai, dan terhindar
dari bahaya-bahaya dalam kehidupan
adalah suatu keniscayaan yang harus konkrit dalam dimensi psikologis. Apabila semua itu
tidak realistis, orang merasakan ada sesuatu yang hilang, sehingga dapat
menimbulkan kegalauan, stress, depresi.
Individu yang
beragama, seyogyanya berperilaku layaknya seorang hamba Tuhan dengan
meninggalkan perbuatAn-perbuatan pelanggaran untuk kemudian menunaikan
kewajiban-kewajiban yang mendatangkan kemaslahatan bagi dirinya dan
lingkungannya. Karena agama sesungguhnya adalah seperangkat aturan yang
membantu umat menjalani kehidupan yang baik, sesuai kodrat kemanusiaannya yang
menolak kenistaan dan menemukan kehidupan sejati lahir dan batin.
Agama berkaitan
dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya
sendiri dan keberadaan alam semesta. Agama dapat membangkitkan kebahgiaan batin
yang paling sempurna, dan juga perasaan takut dan ngeri. Meskipun perhatian
kita tertuju sepenuhnya kepada adanya suatu dunia yang tidak dapat dilihat
(akhirat), namun agama juga melibatkan dirinya dalam masalah-masalah kehidupan
sehari-hari di dunia ini. Agama senantiasa dipakai untuk menanamkan keyakinan
baru ke dalam hati sanubari terhadap alam ghaib dan surge-surga telah didirikan
di alam tersebut. Namun demikian agama juga berfungsi melepaskan
belenggu-belenggu adat atau kepercayaan manusia yang usang.
Agama memberi
lambang-lambang kepada manusia, dengan lambang-lambang tersebut mereka dapat
mengungkapkan hal-hal yang susah diungkapkan, meskipun hakikat pengalaman
keagamaan selamanya tidak dapat diungkapakan. Ide tentang Tuhan telah membantu
memberi semangat kepada manusia dalam menjalankan tugas-tugasnya sehari-hari,
menerima nasibnya yang tidak baik, atau bahkan berusaha mengatasi
kesukaran-kesukaran yang banyak dan berusaha mengakhirinya.
Bagi
orang-orang yang hidup dalam masyarakat macam apa pun, konsepsi tentang agama
merupakan bagian tak terpisahkan dari pandangan hidup mereka dan sangat
diwarnai oleh perasaan mereka yang khas terhadap apa yang dianggap sakral.
Dikalangan masyarakat Barat, agama terjalin erat dengan cita-cita yang sangat
kita dambakan, denagn kepecayaan kepada Tuhan Allah (Bapak), Yesus Kristus Sang
Putra, dan kepada nasib manusia yang sangat berherga dan luhur. Tetapi agama
dalam pengertian umum tidak dapat disamakan dengan pengertian kita sendiri atau
bahkan dengan pola pemikiran manapun.
Agama yang
dianut manusia, tidak seperti perekonomiannya, tidak dapt diambil dari salah
satu anugrah yang dimiliki bersama dengan binatang-binatang lainnya.[2]
C. Hubungan Agama Dan
Manusia
Kondisi umat islam dimasa ini semakin diperparah dengan merebaknya fenomena
kehidupan yang dapat menumbuh kembangkan sikap dan prilaku yang tidak bermoral
atau degradasi nilai-nilai keimanannya. Fenomena yang cukup berpengaruh itu
adalah :
1. Tayangan media televisi tentang cerita yang
bersifat tahayul atau kemusrikan, dan film-film yang berbau porno.
2. Majalah atau tabloid yang covernya
menampilkan para model yang mengubar
aurat.
3. Krisis ketauladanan dari para pemimpin,
karena tidak sedikit dari mereka itu justru berprilaku yang menyimpang dari
nilai-nilai agama.
4. Krisis
silaturahmi antara umat islam, mereka masih cenderung mengedepankan kepentingan kelompoknya (partai atau
organisasi) masing-masing.
Sosok pribadi orang
islam seperti di atas sudah barang tentu tidak menguntungkan bagi umat itu
sendiri, terutama bagi kemulaian agama islam sebagai agama yang mulia dan tidak
ada yang lebih mulia di atasnya. Kondisi umat islam seperti inilah yang akan
menghambat kenajuan umat islam dan bahkan dapat memporakporandakan ikatan
ukuwah umat islam itu sendiri. Agar umat islam bisa bangkit menjadi umat yang
mampu menwujudkan misi “Rahmatan lil’alamin” maka seyogyanya mereka memiliki
pemahaman secara utuh (Khafah) tentang islam itu sendiri umat islam tidak hanya
memiliki kekuatan dalam bidang imtaq (iman dan takwa) tetapi juga dalam bidang
iptek (ilmu dan teknologi).
Mereka diharapkan mampu
mengintegrasikan antara pengamalan ibadah ritual dengan makna esensial ibadah
itu sendiri yang dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti :
pengendalian diri, sabar, amanah, jujur, sikap altruis, sikap toleran dan
saling menghormatai tidak suka menyakiti atau menghujat orang lain. Dapat juga
dikatakan bahwa umat islam harus mampu menyatu padukan antara nilai-nilai
ibadah mahdlah (hablumminalaah) dengan ibadah ghair mahdlah (hamlumminanas)
dalam rangka membangun “Baldatun thaibatun warabun ghafur” Negara yang subur
makmur dan penuh pengampunan Allah SWT.
Agama sangat penting dalam kehidupan manusia antara lain karena agama
merupakan : a. sumber moral, b. petunjuk kebenaran, c. sumber informasi tentang
masalah metafisika, dan d. bimbingan rohani bagi manusia, baik di kala suka
maupun duka.
a. Agama Sumber moral
Dapat disimpulkan, bahwa pentingnya agama dalam kehidupan disebabkan oleh
sangat diperlukannya moral oleh manusia, padahal moral bersumber dari agama.
Agama menjadi sumber moral, karena agama mengajarkan iman kepada Tuhan dan
kehidupan akhirat, serta karena adanya perintah dan larangan dalam agama.
b. Agama Petunjuk
Kebenaran
Sekarang bagaimana manusia mesti mencapai kebenaran? Sebagai jawaban atas
pertanyaan ini Allah SWT telah mengutus para Nabi dan Rasul di berbagai masa
dan tempat, sejak Nabi pertama yaitu Adam sampai dengan Nabi terakhir yaitu
Nabi Muhammad SAW. Para nabi dan Rasul ini diberi wahyu atau agama untuk
disampaikan kepada manusia. Wahyu atau agama inilah agama Islam, dan ini pula
sesungguhnya kebenaran yang dicari-cari oleh manusia sejak dulu kala, yaitu
kebenaran yang mutlak dan universal. Dapat disimpulkan, bahwa agama sangat
penting dalam kehidupan karena kebenaran yang gagal dicari-carioleh manusia
sejak dulu kala dengan ilmu dan filsafatnya, ternyata apa yang dicarinya itu
terdapat dalam agama. Agama adalah petunjuk kebenaran. Bahkan agama itulah
kebenaran, yaitu kebenaran yang mutlak dan universal.
c. Agama Sumber Informasi
Metafisika
Sesungguhnya persoalan metafisika sudah masuk wilayah agama tau iman, dan
hanya Allah saja yang mengetahuinya. Dan Allah Yang Maha Mengetahui perkara
yang gaib ini dalam batas-batas yang dianggap perlu telah menerangkan perkara
yang gaib tersebut melalui wahyu atau agama-Nya. Dengan demikian agama adalah
sumber infromasi tentang metafisika, dan karena itu pula hanya dengan agama
manusia dapat mengetahui persoalan metafisika. Dengan agamalah dapat diketahui
hal-hal yang berkaitan dengan alam barzah, alam akhirat, surga dan neraka,
Tuhan dan sifat-sifat-Nya, dan hal-hal gaib lainnya. Dapat disimpulkan bahwa
agama sangat penting bagi manusia (dan karena itu sangat dibutuhkan), karena manusia
dengan akal, dengan ilmu atau filsafatnya tidak sanggup menyingkap rahasia
metafisika. Hal itu hanya dapat diketahui dengan agama, sebab agama adalah
sumber informasi tentang metafisika.
d. Agama pembimbing rohani
bagi manusia
Dengan sabdanya ini Nabi mengajarkan, hendaknya orang beriman bersyukur
kepada Allah pada waktu memperoleh sesuatu yang menggembirakan dan tabah atau
sabar pada waktu ditimpa sesuatu yang menyedihkan. Bersyukur di kala sukadan
sabar di kala duka inilah sikap mental yang hendaknya selalu dimiliki oleh
orang beriman. Dengan begitu hidup orang beriman selalu stabil, tidak ada
goncangan-goncangan, bahkan tenteram dan bahagia, inilah hal yang menakjubkan
dari orang beriman seperti yang dikatakan oleh Nabi. Keadaan hidup seluruhnya serba
baik.Bagaiman tidak serba baik, kalau di kala suka orang beriman itu bersyukur,
padahal “ Jika engkau bersyukur akan Aku tambahi” , kata Allah sendiri berjanji
(Ibrahim ayat 7). Sebaliknya, orang beriman tabah atau sabar di kala duka,
padahal dengan tabah di kala duka ia memperoleh berbagai keutamaan, seperti
pengampunan dari dosa-dosanya(H.R Bukhari dan Muslim), atau bahkan mendapat
surga (H.R Bukhari), dan sebagainya. Bahkan ada pula keuntungan lain sebagai
akibat dari kepatuhan menjalankan agama, seperti yang dikatakan oleh seorang
psikiater, Dr. A.A. Brill, “Setiap orang yang betul-betul menjalankan agama,
tidak bisa terkena penyakit syaraf. Yaitu penyakit karena gelisah rsau yang
terus-menerus.
D. Agama Sebagai Petunjuk
Tata Sosial
Rasulullah SAW bersabda
: “Innamaa bu’itstu liutammima akhlaaq” Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak. Yang bertanggung jawab terhadap pendidikan akhlak adalah
orang tua, guru, ustad, kiai, dan para pemimpin masyarakat. Pendidikan akhlak ini sangat penting karena
menyangkut sikap dan prilaku yang musti di tampilkan oleh seorang muslim dalam
kehidupan sehari-hari baik personal maupun sosial (keluarga, sekolah, kantor,
dan masyarakat yang lebih luas). Akhlak yang terpuji sangat penting dimiliki
oleh setiap muslim (masyarakat sebab maju mumdurnya suatu bangsa atau Negara
amat tergantung kepada akhlak tersebut. Untuk mencapai maksud tersebut maka
perlu adanya kerja sama yang sinerji dari berbagai pihak dalam
menumbuhkembangkan akhlak mulya dan menghancur leburkan faktor-faktor penyebab
maraknya akhlak yang buruk.
Kami di sini tidak
mampu mengisyaratkan berbagai pemikiran klasik. Tetapi, kami akan menerangkan
hal-hal yang berhubungan dengan pemikiran klasik menurut pendapat kami. Pada
masa datangnya budaya Islam, turunnya kitab-kitab suci dan diutusnya para Rasul
yang mengantarkan manusia menuju jalan kesempurnaan. Hal ini sangatlah jelas,
bahwa agama adalah petunjuk Tuhan Yang Penyayang dan Pemberi Hidayat kepada
manusia hingga menyampaikan manusia pada kesempurnaan yang diinginkan. Tujuan
agama adalah memberikan petunjuk pada manusia, sehingga dengan kekuatan
petunjuk agama akan menyampaikannya menuju ke-haribaan Ilahi. Jika demikian,
maka agama adalah perantara dalam membantu tugas manusia untuk merealisasikan tujuan
mulianya. Dengan dasar ini, tidaklah mungkin digambarkan bahwa bagaimana
mungkin ketika agama muncul manusia menjadikan tebusan dan pengorbanan pada
dirinya. Jika seandainya manusia tidak berpegang pada prinsip agama, tidak
menjadikan kesempurnaan kekuatan ruh agama. Maka tidak akan menyampaikannya ke
tujuan agama. Jika manusia tanpa memperdulikan petunjuk agama dan agama hanya
sebagai identitas lahirnya akan menjerumuskannya ke jurang kehancuran, dan yang
pantas di sebut atheis.
Dalam pandangan Islam
yang murni, agama sebagai jalan kebenaran dan keselamatan. Agama sebagai jalan
menyampaikan pada tujuan dan kesempurnaan realitas wujud yang paling tinggi.
Agama sebagai rantai dan penyambung antara Alam Malaikat dan Alam Malakut.
Agama datang, hingga menjadikan manusia yang berasal dari kedalaman tanah
menuju ke singgasana langit. Agama sebagai pengobat rasa takut kita. Agama
sebagai pelindung terhadap berbagai kesulitan yang mendasar dari alam natural.
Agama adalah bagian penting dari kehidupan manusia. Agama yang merubah
ketakutan akan mati pada manusia menjadikannya sebagai sebuah harapan kehidupan
yang abadi.[3]
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
Manusia hakikatnya adalah makhluk
biologis, psikolsogi dan sosial yang memiliki dua predikat statusnya dihadapan
Allah sebagai Hamba Allah dan fungsinya didunia sebagai khalifahAllah),
mengantur alam dan mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan kehidupan manusia
itu sendiri dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh kepada sunnatullah.
Rasa agama dan perilaku keagamaan (agama dan kehidupan beragama) merupakan
pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan “fitrah”
manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Abu, 1991, PERBANDINGAN AGAMA, Jakarta : Rinaka
Cipta. cet 17
Nothingham Elizabeth K, 1997,
Agama dan Masyarakat, Jakarta : PT Raja
Grafindo
Persada , cet 7
Suwardisagama94.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar